Lihat ke Halaman Asli

Ronald SumualPasir

Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Deindustrialisasi Akibat dari Banyaknya Proyek-Proyek Bohongisasi.

Diperbarui: 5 Juli 2025   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Deindustrialisasi Akibat dari Banyaknya Proyek-Proyek Bohongisasi

Oleh: Ronald Sumual Pasir

"Deindustrialisasi Indonesia bukan karena takdir globalisasi, tapi hasil dari proyek-proyek bohongisasi: mark-up, studi palsu, dan mental pengusaha culas."

Pendahuluan: Ketika Industri Didirikan di Atas Kebohongan

Deindustrialisasi Indonesia sering dianggap sebagai akibat dari arus globalisasi, tekanan kompetisi asing, atau perubahan gaya konsumsi. Namun, narasi ini menutupi akar persoalan yang lebih dalam dan menyakitkan: sebagian besar industri kita sejak awal memang didirikan di atas fondasi rapuh, penuh manipulasi, dan kalkulasi palsu.

Sebagai seseorang yang telah puluhan tahun bergelut di sektor keuangan, saya menyaksikan secara langsung bagaimana proyek-proyek besar di masa lalu---baik di sektor manufaktur maupun jasa---disusun dengan penuh kebohongan: mark-up biaya investasi, feasibility study manipulatif, dan kongkalikong antara pemilik proyek, konsultan, dan bank pemberi kredit. Inilah yang saya sebut sebagai praktik bohongisasi proyek---dan inilah bibit asli dari kegagalan industrialisasi Indonesia.

Babak Awal: Ketika Uang Dicetak dan Proyek Dibangun

Pada era Orde Lama, Indonesia terjebak dalam euforia revolusi dan ambisi proyek mercusuar: pembangunan Monas, Gelora Bung Karno, dan sederet proyek nasionalis lainnya. Semua dibiayai dengan pencetakan uang tanpa kendali fiskal. Akibatnya? Inflasi meroket hingga 600%, nilai tukar rontok, dan ekonomi kolaps.

Konfrontasi dengan Malaysia memperparah situasi. Blokade ekonomi dari negara-negara Barat yang condong mendukung Kuala Lumpur membuat Indonesia nyaris lumpuh secara ekonomi. Poros politik Jakarta-Beijing-Moskow membuat akses terhadap teknologi, pasar, dan modal asing praktis tertutup.

Orde Baru: Disiplin Datang, Tapi dengan Cacat Bawaan

Ketika Suharto mengambil alih kekuasaan pasca-G30S, para teknokrat seperti Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan mulai menata ekonomi dengan disiplin fiskal dan moneter yang ketat. APBN dijalankan dengan akuntabilitas lebih baik, inflasi ditekan, dan investor mulai percaya kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline