Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) menjadi salah satu titik krusial dalam kepemimpinan seorang Kepala Sekolah. Tahun 2025, pemerintah mengalokasikan Rp59,2 triliun untuk program ini. Angka tersebut bukan jumlah kecil dan disinilah integritas seorang pemimpin sekolah benar-benar diuji.
Dana BOS sejatinya diberikan untuk mendukung operasional sekolah mulai dari pengadaan buku, perawatan sarana dan prasarana belajar, hingga menunjang kegiatan pembelajaran siswa. Dengan pengelolaan yang baik maka dana ini bisa menjadi mesin percepatan kemajuan sekolah. Namun, bila dikelola tanpa integritas maka dana BOS justru bisa berubah menjadi ladang korupsi.
Bayangkan, jika seorang calon Kepala Sekolah harus mengeluarkan biaya besar untuk bisa menduduki jabatan maka saat menjabat ia bisa saja mencari cara untuk "balik modal." Inilah salah satu titik rawan yang akhirnya menyeret dana BOS ke jurang penyalahgunaan.
Maka dari itu, transparansi rekrutmen menjadi pagar pertama yang harus dijaga. Dengan mekanisme yang murni, terbuka, dan akuntabel, maka akan terpilih Kepala Sekolah yang benar-benar ingin mengabdi. bukan yang sekadar mengejar jabatan demi keuntungan pribadi.
Maka memilih Kepala Sekolah yang tepat sama halnya dengan menentukan nasib ratusan siswa dan guru di sekolah tersebut. Fakta bahwa pemerintah mengucurkan triliunan untuk dana BOSP setiap tahun seharusnya membuka mata kita. Uang sebesar itu jika tidak dikelola dengan baik tentu bisa menguap sia-sia. Namun jika dikelola dengan penuh integritas dipastikan dana ini bisa mengubah wajah pendidikan Indonesia.
Ditentukan sejak proses awal
Transparansi dalam rekrutmen calon Kepala Sekolah merupakan pondasi penting untuk menjaga kualitas pendidikan di Indonesia. Kepala Sekolah bukan hanya sosok pemimpin di lingkungan sekolah yang membangun budaya sekolah dan menjadi teladan bagi seluruh warga sekolah. Akan tetapi juga pihak utama yang mengelola anggaran.
Ketika proses rekrutmen dilakukan dengan cara yang adil, bersih, dan transparan, maka peluang untuk melahirkan Kepala Sekolah yang berintegritas semakin besar. Sebaliknya, jika proses rekrutmen masih dibayangi praktik kecurangan, nepotisme, atau bahkan "uang pelicin," maka risiko hadirnya pemimpin sekolah yang bermasalah akan semakin tinggi.
Untuk itu, calon Kepala Sekolah harus dibekali sejak awal dengan pelatihan akuntabilitas dan integritas. Tidak cukup hanya menguasai aspek pedagogik maupun manajerial. seorang Kepala Sekolah wajib paham tata kelola anggaran agar setiap rupiah yang diterima sekolah benar-benar sampai pada kebutuhan siswa dan atau sekolah.
Dalam konteks ini, rekrutmen Kepala Sekolah yang bersih adalah langkah strategis. Ia adalah filter awal agar hanya orang-orang terbaik yang memimpin lembaga pendidikan. Jika setiap Kepala Sekolah dipilih dengan cara transparan maka peluang lahirnya pemimpin yang tahan godaan, tidak mudah diintervensi, dan fokus pada kemajuan sekolah akan semakin besar.