Refleksi Seorang Ibu yang Berjuang di Tengah Tanggung Jawab, Cita-Cita, dan Kenyataan yang Tak Selalu Ideal
Di balik layar laptop yang menyala hingga tengah malam, di antara tumpukan tugas administrasi dan rencana pelaksanaan pembelajaran dan tugas akhir kuliah, ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran: senyummu yang mulai jarang kutatap, tawamu yang tak lagi sering kudengar, dan ceritamu tentang hari-harimu yang tak sempat kudengar utuh karena ibu terlalu lelah untuk menyimak.
Air mata menetes karena ternyata tak semua baik-baik saja. Saat kamu mendapatkan joke yang keterlaluan dari temanmu dan saat kamu menangis dan menyimpan duka tanpa mau memberitahu ibu.
Saat kamu ternyata kesulitan dalam mata pelajaran tertentu tapi tak menceritakannya pada ibu karena tak tega melihat kesibukan ibu. Saat ibu merasa teramat bersalah karena tidak sedari awal mengetahui semua itu.
Maafkan ibu nak... Ibu kira semuanya baik-baik saja. Ibu merasa selalu berupaya memberikan semua kasih sayang dan kebutuhanmu, tapi ternyata itu saja tak cukup...
Ibu tahu, ibu bukan ibu sempurna. Tak selalu hadir di tiap detik tumbuh kembangmu, tak bisa menemani setiap kali kamu memanggil.
Tapi percayalah, semua langkah kaki ibu, semua peluh dan upaya yang ibu jalani, semuanya demi kamu. Dan dari semua ini ibu terus belajar untuk menjadi ibu yang lebih baik dan lebih baik.
Kenyataan yang Tak Selalu Ideal
Waktu terus berjalan, dan kadang terasa kejam. Ibu berusaha menjalani tiga peran sekaligus: sebagai guru, ibu rumah tangga dan ibu dari tiga anak serta perempuan yang tetap ingin terus belajar, berkembang, dan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
Ibu percaya bahwa perempuan juga punya hak untuk bermimpi dan mewujudkannya, tanpa meninggalkan cinta dan tanggung jawab pada keluarga. Semua niatnya baik dan mulia.