Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Kolaborasi Guru dan Siswa dalam Menyiapkan Taman Literasi Sekolah

26 September 2025   04:46 Diperbarui: 26 September 2025   16:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan siswa bersama-sama melukis caping bambu yang akan menjadi hiasan taman literasi sekolah. (Sumber: Dok.Pribadi/yatmiati) 

Halaman sekolah SMPN 31 Bandar Lampung siang (24/09) itu tampak lebih ramai dari biasanya. Suara riuh tawa siswa bercampur dengan ketekunan mereka yang sedang menggoreskan kuas ke permukaan caping bambu. 

Di bawah rindangnya pepohonan, guru duduk berbaur bersama murid, melukis dan mewarnai caping dengan motif beragam.

Ada yang memilih corak bunga berwarna merah mencolok, ada pula yang menggambar gunung biru dengan latar langit cerah. Di antara mereka, tampak pula guru pendamping sesekali memberi arahan. Tidak ada jarak antara guru dan siswa; semuanya larut dalam satu tujuan: menyiapkan taman literasi.

Literasi sebagai Ruang Hidup

Taman literasi bukan sekadar ruang yang dihiasi buku. Ia adalah wujud nyata dari sebuah gagasan: literasi harus hidup di tengah siswa, menjadi bagian dari keseharian, dan tidak terjebak pada konsep kaku membaca serta menulis semata.

Kalau tempatnya menarik, siswa akan betah membaca. Kami ingin mereka datang ke taman literasi bukan karena disuruh, tetapi karena merasa nyaman,” ujar Tiara, seorang guru BK yang turut serta dalam kegiatan tersebut.

Kenyamanan itu dihadirkan dengan cara sederhana: menghadirkan ornamen seni dari tangan siswa sendiri. Caping bambu yang biasa digunakan petani di sawah kini dialihfungsikan menjadi kanvas kreativitas. Dengan cat warna-warni, caping-caping itu dihidupkan kembali menjadi karya unik yang kelak akan menghiasi taman literasi.

Caping bambu disulap menjadi karya seni, menghadirkan sentuhan budaya lokal di taman literasi. (Sumber: Dok.Pribadi/yatmiati) 
Caping bambu disulap menjadi karya seni, menghadirkan sentuhan budaya lokal di taman literasi. (Sumber: Dok.Pribadi/yatmiati) 

Melatih Kreativitas dan Kolaborasi

Kegiatan melukis caping ini juga menjadi ruang pembelajaran alternatif. Para siswa belajar banyak hal tanpa harus duduk di bangku kelas. Mereka belajar memilih warna, menyusun pola, menyesuaikan komposisi, hingga bekerja sama dengan teman sebaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun