Fenomena Nyata: Siswa Tak Bisa Membaca di Negeri LiterasiÂ
Oleh: Tupari
Realita yang Menyentak Nurani
Ku pikir dia hanya bercanda, ketika seorang teman guru bercerita ada siswanya yang tidak membaca. Tidak hanya 1-2 orang, namun lebih. Ini paradoks dengan hasil survei Kemdikbud Survei Kemendikbud 2025 melaporkan 65% anak usia sekolah membaca setidaknya 1 buku non-pelajaran per bulan, dan 45% sekolah telah menerapkan baca 15 menit setiap pagi. Dari sini terlihat, masalahnya adalah "membaca tanpa memahami"-siswa masih belum bisa menginterpretasi atau menerapkan isi bacaan.
Bayangkan seorang siswa kelas 5 SD yang masih terbata-bata membaca kalimat sederhana. Atau pelajar SMP yang mampu membaca tulisan, tapi tak memahami artinya. Ini bukan cerita fiksi. Ini nyata. Di balik slogan "Merdeka Belajar", masih banyak anak-anak Indonesia yang tak benar-benar melek huruf -padahal mereka duduk di bangku sekolah formal.
Definisi MembacaÂ
Kita dapat memahami definisi membaca dalam dua hal, membaca dalam arti sebenarnya (membaca fungsional) dan membaca dalam arti bisa membaca tapi tidak memahami makna. (Illiterate Functionally).
Dalam arti sebenarnya (membaca fungsional) membaca bukan sekadar mengeja atau melafalkan huruf-huruf. Dalam konteks ini, membaca adalah kemampuan untuk memahami, menginterpretasi, dan menggunakan informasi dari teks secara bermakna.
Ciri-ciri membaca yang sesungguhnya:
- Mengenali kata dan kalimat secara tepat
- Memahami isi teks (gagasan utama, tujuan penulis)
- Menghubungkan informasi dalam teks dengan pengalaman pribadi atau pengetahuan lain
- Mengambil kesimpulan atau sikap dari teks
- Mampu menggunakan informasi teks untuk membuat keputusan
Contoh:Â