Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Perasaan: Saat Tulisan Tak (Juga) Dilirik Editor

25 Juni 2025   06:46 Diperbarui: 25 Juni 2025   06:46 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dibuat dengan AI

Menakar Perasaan: Saat Tulisan Tak (Juga) Dilirik Editor

 

Kita menulis karena ingin menyuarakan, ingin berbagi, ingin didengar. Tapi di balik itu, ada juga hasrat yang tak selalu diakui dengan jujur: kita ingin tulisan kita dilirik, dibaca banyak orang, atau - jika mungkin - dijadikan headline.

Apalagi saya yang masih berada di level Debutan-level awal di Kompasiana yang belum punya jejak panjang atau pengikut banyak. Rasanya seperti mengetuk pintu yang belum tentu dibuka. Namun dari situlah saya belajar: tulisan tak selalu harus viral untuk punya makna.

Saya pun merasakannya. Setiap kali mengunggah tulisan, ada harap-harap cemas yang menyertai. Bukan semata soal berapa jumlah pembaca, tapi lebih pada validasi: apakah tulisan ini cukup layak? Apakah pesan ini sampai? Dan terutama - apakah editor Kompasiana akan memilihnya sebagai artikel utama?

Refleksi Seorang Debutan

Saya tahu saya masih di tahap awal. Tapi justru karena itu, setiap proses terasa lebih jujur. Tak ada yang instan. Dan saya belajar bahwa tulisan terbaik bukan yang paling banyak dibaca, tapi yang paling banyak membuat kita bertumbuh.

Saya menulis bukan untuk headline semata, tapi untuk memahami diri, untuk belajar menangkap dunia, dan untuk tetap waras di tengah bisingnya hidup.

Headline itu penting. Tapi proses di baliknya - itu jauh lebih mahal harganya.

Di Balik Headline: Harapan Kecil yang Besar

Menjadi artikel pilihan atau headline di Kompasiana sering kali terasa seperti hadiah yang membuktikan bahwa tulisan kita tidak sekadar numpang lewat. Ia diapresiasi, dipajang, dan dibaca lebih luas. Tapi ketika tulisan itu lewat begitu saja - tanpa label "Pilihan Editor" atau "Artikel Utama" - rasa kecewa pun menyelinap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun