Ketika tulisan itu akhirnya dilirik, saya sadar: menulis bukan soal cepat viral atau instan diangkat, tapi soal ketekunan, pembelajaran terus-menerus, dan keberanian menyuarakan isi hati dengan jujur. Headline itu seperti bisikan pelan dari semesta: "Teruslah menulis. Suaramu didengar."
Penutup: Terus Menulis, Meski Sunyi
Menulis adalah ibadah yang kadang tak disaksikan manusia. Tapi ia mengasah kepekaan, mendekatkan kita pada makna, dan meneguhkan siapa kita sebenarnya.
Jika tulisan kita belum menjadi headline hari ini, jangan patah semangat. Bisa jadi -tulisan kita sedang menjadi senter dalam sunyi bagi satu jiwa yang membutuhkannya. Dan bukankah itu juga sebuah kemenangan?
Kesimpulannya? Bukan hanya konten yang penting, tapi juga cara menyampaikan dan dari mana sudut pandangnya. Tulisan personal, reflektif, dan menyentuh, ternyata punya peluang lebih besar untuk masuk kurasi.
Dan yang paling melegakan adalah: semua penulis hebat itu dulunya juga memulai dari level Debutan. Tak ada jalan pintas- hanya konsistensi, kejujuran dalam menulis, dan kepekaan membaca sekitar.
Jika tulisan kita belum dilirik hari ini, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa kita gagal. Mungkin, tulisan kita sedang menyentuh hati seseorang di tempat lain - seseorang yang tak meninggalkan komentar, tapi merasakan pengaruhnya. Saya Sangat Tergetar ketika ada teman-teman yang membalas secara pribadi melalui pesan WA atau media sosial yang lain; "Tulisan mu menarik,.. menginspirasi... benar sekali pak saya setuju.. dan sebagainya." Sebuah kebahagiaan lain karena sudah bisa berbagi.
Dan satu hal lagi: setiap tulisan yang kita hasilkan, meski tak dilabeli, tetap membentuk kita menjadi penulis yang lebih tajam, jujur, dan rendah hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI