Di tengah hamparan sawah hijau yang memukau, Bapak Muhibi, seorang petani berusia 55 tahun, telah mengabdikan separuh lebih hidupnya, yaitu 40 tahun, pada tanah. Pengalamannya yang panjang menjadikannya saksi sekaligus pelaku dalam dinamika pertanian lokal. Beliau mengelola 5 petak lahan sawah, dengan total luasan mencapai sekitar 1,3 hektar.Komitmen pada Padi Jenis Unggul
Saat ini, Bapak Muhibi fokus menanam padi jenis IR 64. Pilihannya ini bukan tanpa alasan; beliau memilih IR 64 karena dua pertimbangan utama: kualitas berasnya yang bagus dan waktu panennya yang relatif cepat. Jenis padi ini memungkinkan panen hanya dalam waktu sekitar 3,5 bulan dari masa tanam.
Menurut beliau, padi yang ditanamnya tidak terikat pada musim tanam tertentu. Hal ini menunjukkan adaptabilitas varietas IR 64 atau mungkin pola tanam di wilayahnya yang didukung oleh sistem irigasi yang memadai.
Realitas Hasil Panen dan Tantangan Lapangan
Dari 1,3 hektar lahan yang dikelolanya, Bapak Muhibi biasanya memperoleh hasil panen sebanyak 4 hingga 6 ton padi per panen. Angka ini, menurutnya, sangat bergantung pada "baik buruknya hasil proses itu sendiri," menggarisbawahi pentingnya perawatan dan kondisi lingkungan selama masa budidaya.
Namun, mengurus sawah selama empat dekade tidak lepas dari tantangan. Hama utama yang sering mengganggu adalah wereng dan keong. Untuk mengendalikan serangan hama ini, beliau masih mengandalkan cara tradisional dan umum, yaitu penyemprotan menggunakan campuran pupuk seperti Urea dan TSP, serta bahan lainnya.
Biaya dan Masalah Krusial: Pupuk
Tantangan terbesar yang dihadapi Bapak Muhibi di luar hama adalah masalah logistik dan ekonomi pupuk. Beliau mengeluhkan *ketiadaan pupuk* di pasaran pada waktu tertentu dan harga pupuk yang mahal. Untuk menghadapi risiko pasokan pupuk yang tidak menentu ini, beliau dan petani lain melakukan berbagi informasi mengenai ketersediaan dan jenis pupuk dengan sesama petani.
Mengenai biaya rata-rata budidaya, meskipun Bapak Muhibi menyebutkan biaya yang dikeluarkan "tidak menentu," perkiraan biaya rata-rata yang dikeluarkan per musim tanam untuk satu hektar sawah (mencakup benih, pengolahan lahan, pupuk, dan obat-obatan) adalah sekitar Rp 7.000.000,- (Tujuh Juta Rupiah). Dengan luas lahan 1,3 hektar, perkiraan biaya total budidayanya adalah Rp 9.100.000,- (Sembilan Juta Seratus Ribu Rupiah).
Harapan Petani Kecil untuk Masa Depan
Di akhir wawancara, Bapak Muhibi menyampaikan harapannya dengan suara penuh ketulusan. Harapan utamanya berpusat pada dua poin:
1. Harga pupuk yang terjangkau bagi petani.
2. Bantuan dan perhatian dari pemerintah untuk para petani kecil seperti dirinya.
Kisah Bapak Muhibi adalah cerminan perjuangan para petani di Indonesia: menjaga warisan pangan dengan dedikasi tinggi, namun tetap berharap adanya dukungan nyata agar roda pertanian mereka dapat berputar dengan lebih stabil dan menguntungkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI