Banyak yang mengira publikasi di Scopus hanyalah soal jumlah artikel dan tingginya kuartil jurnal. Padahal, seperti yang saya sampaikan dalam sebuah diskusi bersama Adhan Efendy, esensi publikasi ilmiah jauh lebih dari itu. Ia adalah perjalanan belajar, menjaga kejujuran, dan memastikan kebermanfaatan.
Pertanyaan sederhana: mengapa penulis artikel disebut author dan bukan sekadar writer? Bedanya terletak pada kepemilikan gagasan. Author adalah penulis yang benar-benar memiliki ide dan konsep dalam artikel tersebut. Jadi, jika kita memesan artikel kepada pihak lain, apalagi menggunakan jasa joki publikasi, maka secara etis kita sudah kehilangan status sebagai author. Kita tidak lagi menjadi pemilik gagasan itu.
Memang, di awal mungkin terasa bangga ketika nama kita tercetak di jurnal berinsteputasi. Namun, kebanggaan itu bisa berubah menjadi penyesalan ketika suatu saat kita sadar bahwa karya tersebut bukan hasil jerih payah pribadi.
"Hasil tidak pernah mengkhianati proses."
Dari pengalaman saya, mulai dari menulis di jurnal nasional hingga akhirnya menembus jurnal kuartil satu, semua itu lahir dari proses panjang yang penuh pembelajaran.
Menariknya, di publikasi internasional, metode penelitian tidaklah baku. Mengembangkan ilmu pengetahuan berarti berani mengembangkan metode baru. Dua peneliti bisa saja memiliki tujuan dan hipotesis yang sama, tetapi menempuh jalur yang berbeda, dan keduanya tetap sah jika diuji secara ilmiah. Inilah yang membedakan publikasi global dari pola pikir skripsi yang terlalu kaku, misalnya hanya terpaku pada flowchart.
Akhirnya, publikasi ilmiah bukan sekadar soal kuantitas atau mengejar jurnal kuartil tinggi. Lebih penting dari itu adalah kejujuran dalam proses, rasa memiliki terhadap gagasan, dan keberanian berinovasi untuk memberikan kontribusi nyata pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Simak versi videonya di:
muji.blog.unimma.ac.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI