Mohon tunggu...
Yohan Mataubana
Yohan Mataubana Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Literasi Pejabat dan Kualitas Kebijakan Publik

27 September 2025   05:00 Diperbarui: 27 September 2025   07:00 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama sejumlah siswa Magister Filsafat dan Teknologi Kreatif (salah satKetua DPR Kabupaten Sikka (2024-2029) sedang berdiskusi 

Literasi Pejabat dan Kualitas Kebijakan Publik

Oleh: Yohan Mataubana

Dalam bayangan publik, ruang kerja pejabat tinggi seringkali dihiasi piagam penghargaan dan foto bersama tokoh penting. Namun, amat jarang kita melihat rak buku yang penuh dengan koleksi bermutu menjadi latar belakang yang meaningful. Fenomena ini bukan sekadar persoalan estetika, melainkan cermin sebuah krisis yang lebih dalam: darurat literasi di kalangan elite pembuat kebijakan.

Riset terhadap berbagai artikel di Kompasiana dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kondisi memprihatinkan tentang literasi di kalangan pejabat. Yang lebih mengkhawatirkan, kondisi ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, tetapi juga menjangkiti para pengambil kebijakan. Ketika pejabat lebih banyak "pamer" kegiatan seremonial ketimbang membagikan khazanah bacaan yang memperkaya wawasan, lahirlah kebijakan publik yang dangkal, reaktif, dan miskin dasar keilmuan.

Teladan Habibie: Ketika Membaca Melampaui Ritual

Di tengah krisis ini, kita memiliki teladan cemerlang almarhum BJ Habibie. Seperti banyak ditulis dalam berbagai artikel di Kompasiana, mantan Presiden ke-3 Indonesia ini dikenal sebagai pembaca yang tekun. Kebiasaan membacanya bukan ritual tanpa makna, melainkan proses internalisasi ilmu yang melahirkan terobosan dalam dunia penerbangan dan kebijakan teknologi.

Warisan Habibie mengingatkan kita pada hal penting yakni budaya membaca bukan sekadar soal jumlah buku yang dibaca, melainkan bagaimana pengetahuan itu diterjemahkan menjadi tindakan nyata yang menguatkan kualitas dan keadilan kebijakan bagi rakyat. Inilah esensi yang sering terlewatkan dalam diskusi tentang literasi pejabat.

Diskoneksi yang Berbahaya

Permasalahan mendasar yang kita hadapi adalah terputusnya rantai antara bacaan dan kebijakan. Berbagai tulisan di Kompasiana mengungkapkan bahwa pejabat mungkin saja membaca, tetapi jika bacaan tersebut tidak menjadi kerangka berpikir yang sistematis dan analitis, ilmu itu mandek di tingkat teori.

Kita menyaksikan gejala nyata dari literasi yang terputus ini dalam kebijakan reaktif yang lahir dari tekanan politik jangka pendek, program yang tumpang tindih akibat minimnya pemahaman sejarah kebijakan serupa di masa lalu, serta kegagalan melihat dampak jangka panjang karena terbatasnya wawasan tentang tren global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun