Lihat ke Halaman Asli

Asupan Protein Harian Harus Jadi Prioritas Bukan Pilihan

Diperbarui: 25 September 2025   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di tengah gencarnya kampanye gizi seimbang, satu hal yang sering terlupakan adalah peran protein. Sebagian besar masyarakat masih menganggap cukup makan nasi tiga kali sehari sudah menjamin kebutuhan tubuh. Padahal, nasi hanya memberikan energi dari karbohidrat, sementara tubuh kita juga membutuhkan protein setiap hari untuk bertahan sehat dan produktif. Pertanyaannya, sudahkah kita benar-benar menjadikan asupan protein sebagai prioritas, bukan sekadar pilihan tambahan?

Protein bukan sekadar zat gizi biasa. Ia adalah bahan baku utama pembentuk otot, jaringan tubuh, enzim, hingga hormon. Bahkan, daya tahan tubuh pun sangat bergantung pada kecukupan protein. Tanpa protein yang memadai, tubuh akan kesulitan memperbaiki sel yang rusak atau menghasilkan antibodi untuk melawan penyakit.

Bagi anak-anak, protein adalah fondasi tumbuh kembang. Kekurangan protein dapat menghambat pertumbuhan fisik, menurunkan kecerdasan, hingga meningkatkan risiko stunting. Pada orang dewasa, kurang protein membuat tubuh cepat lelah, konsentrasi menurun, dan massa otot berkurang. Sementara pada lansia, asupan protein yang rendah mempercepat sarcopenia, yaitu berkurangnya massa otot yang membuat tubuh lemah dan rentan jatuh.

Sayangnya, pola makan masyarakat Indonesia masih cenderung berat pada karbohidrat. Nasi menjadi “raja” di piring, sementara lauk berprotein seperti ikan, daging, atau telur hanya dianggap pelengkap. Banyak orang yang beranggapan protein itu mahal, sehingga lebih memilih lauk seadanya. Padahal, sumber protein tidak selalu identik dengan daging sapi yang harganya tinggi. Ada banyak pilihan protein lokal yang lebih terjangkau, seperti tempe, tahu, ikan air tawar, dan telur.

Selain itu, masih minim edukasi tentang kebutuhan protein harian. WHO dan Kemenkes RI sudah menekankan bahwa kebutuhan protein rata-rata orang dewasa sekitar 0,8–1 gram per kilogram berat badan per hari. Namun, informasi ini jarang diketahui masyarakat. Akibatnya, kesadaran akan pentingnya protein tertinggal jauh dibandingkan tren makanan instan atau minuman manis yang justru makin populer.

Sudah waktunya kita mengubah pola pikir. Protein bukan tambahan mewah, melainkan kebutuhan pokok yang sama pentingnya dengan karbohidrat dan lemak. Masyarakat perlu diajak untuk lebih bijak memilih sumber protein yang sesuai dengan kondisi ekonomi. Pemerintah dan tenaga kesehatan juga punya peran penting dalam meningkatkan literasi gizi, agar protein tidak lagi dipandang sebagai “opsi kalau ada”, tetapi sebagai prioritas utama.

Langkah kecil bisa dimulai dari rumah. Misalnya, menambahkan sebutir telur dalam sarapan, atau mengganti camilan kemasan dengan kacang rebus atau tahu goreng. Jika kebiasaan kecil ini konsisten dilakukan, dampaknya akan besar: tubuh lebih bugar, anak-anak tumbuh optimal, dan lansia tetap sehat di usia senja. Kita tidak bisa berharap generasi Indonesia menjadi cerdas dan produktif jika kebutuhan dasarnya saja tidak terpenuhi. Protein adalah investasi kesehatan jangka panjang. Karena itu, jangan lagi menganggap protein sebagai pilihan tambahan di meja makan. Jadikan ia prioritas utama. Sebab, generasi sehat dan kuat dimulai dari piring yang berisi cukup protein setiap hari.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline