Mohon tunggu...
Amorsa
Amorsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kata-kata menjadi teman cerita

Perempuan yang ingin berkelana berburu cerita

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepucuk Surat Merah

3 Maret 2021   22:41 Diperbarui: 3 Maret 2021   23:16 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di beranda rumah ini,
aku menatap langit yang sama.
Sembari membaca sepucuk surat merah darimu.
Semerbak harum, kayu cendana.

Diantara rerumputan,
sinar fajar jatuh mengenai keningku; meneduhkan.

Mulai kubaca kata demi kata,
kalimat demi kalimat.
Sungguh indah mempesona.

Surat pertama di hari selasa.
Menghidupkan suasana mesra,
menebar ke cakrawala.
Tak ada derita,
tetapi ada suka.

Nyiur daun, senandung merdu.
Berbaris rapi menutupi sembilu yang dulu.

Kudapati kalimat : Sudah lama tak bertemu, apakah kamu rindu?

Semburat fajar telah kembali tidur,
mempersiapkan tuk menjadi pelipur.
Hangat mentari, semakin menenangkan.
Hembusan nafas mengiringi semilir angin menyejukkan.

Kembali, kudapati kalimat : Aku kirimkan salam rindu padamu yang kutunggu.

Ah, semakin semringah wajahku.
Andaikan ia ada di depanku,
memerahlah pipi ini.

Inilah,
sepucuk surat merah
dari sosok manis berkumis tipis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun