"Eh, uh, tidak, kok!" aku mempercepat kayuhan.
"Aku memang hanya unggul di perhitungan, tapi dari perilakumu, jelas-jelas kamu berbohong."
Glek! Aku menelan ludah, Fian sudah berada di sampingku lagi.
"Yaah, baiklah, yang terakhir sampai di persimpangan selanjutnya akan mentraktir nasi goreng di kantin besok," tanpa ragu, Fian melaju kencang.
"HEI! Tungguuu!!" aku bergegas mengayuh sepeda sekuat tenaga. Enak saja! Akan kupastikan dia yang akan mentraktir nasi goreng!
Jalanan tidak terlalu ramai. Kami berdua dengan mudah meliuk-liuk di antara pelajar lain. Jarak kami tersisa 10 meter. Fian tampak melirik sebentar ke belakang, mengernyitkan alis, kemudian kembali menoleh ke depan.
Nampaknya aku tahu dia akan melakukan apa. Pasti Fian akan menghitung kecepatan minimal agar aku tidak disalip! Huuh, dia pikir aku tidak bisa menghitung beginian?
Aku menekan tombol kecil di pojok atas kacamataku. Diam-diam, aku memodifikasinya agar bisa melakukan sejumlah hal. Misal, melacak posisi seseorang melalui ponselnya, menampilkan peta kota ini, mengukur waktu, dan mengukur jarak, kecepatan, percepatan, dan volume sebuah benda, hingga menampilkan gelombang suatu bunyi, dan sebagainya. Tentu saja tidak pusing melihatnya karena aku mendesainnya agar bisa menjadi hologram yang bisa kuatur dengan tombol-tombol di gagang kacamataku. Yah, setidaknya aku bisa memahami hal-hal seperti ini karena mengikuti ekskul robotik di sekolah.
Baiklah, mari kita hitung! Sebelumnya, aku menghentikan waktu---salah satu kekuatan keluarga Oliver adalah manipulasi waktu, dan inilah satu-satunya kekuatan yang bisa kukendalikan. Jarak kami sekitar 10 meter. Kecepatan rata-rata Fian adalah 10 m/s, sedangkan kecepatan rata-rataku adalah 12 m/s.Â
Pats! Aku segera mengembalikan waktu. Kakiku segera mengayuh lebih cepat, dengan mengira-ngira kecepatan hingga 14 m/s. Dan sekitar 5 detik kemudian, aku berhasil menyalipnya! Horee!