Mohon tunggu...
Ami Ulfiana
Ami Ulfiana Mohon Tunggu... Penulis - Gadis Pribumi

Untuk mereka yang menyimpan jiwanya rapat-rapat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kelangan

22 Januari 2021   15:09 Diperbarui: 23 Januari 2021   19:29 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Victoria Strukovskaya on Unsplash 

Dimata orang Rahayu berbeda dari perempuan kebanyakan, ia selalu terlihat tegar tanpa duka. Rahayu yang tidak banyak bicara seakan mendukung ketegarannya. Terkadang ketegarannya sering disalah artikan oleh Anwar, ia merasa istrinya berhati batu. 

Sebab sewaktu Diah meninggal, Rahayu hanya menangis sekali tepat di malam malaikat mencabut nyawa putri sulungnya. Sewaktu Gayatri menikah dan dibawa oleh suaminya, Rahayu juga hanya menangis sekali itupun tepat di malam sebelum Gayatri berubah status menjadi seorang istri. 

Bahkan di peristiwa fatal dua minggu lalu, Rahayu sama sekali tak menangis. Sekalipun menurut Anwar berhati batu, Rahayu tetaplah Rahayu, satu-satunya perempuan yang tak akan meninggalkannya begitu saja selain karena kematian.

Rahayu sebenarnya tak setegar itu. Rahayu sama seperti perempuan pada umumnya, dia juga butuh menangis dan dia juga bisa marah. Bedanya, Rahayu pandai membungkus rapat. Rahayu hanya akan membuang air mata dan amarahnya pada sepertiga malam, karena pada waktu itu hanya dia dan Tuhannya yang tahu.

Rahayu selalu berusaha kuat di depan suami dan ketiga anak yang telah pergi dengan caranya masing-masing. Sebab jika ia lemah mungkin rumah tangganya akan lebih hancur dari sekarang. Paling tidak ketika tiga anaknya pergi, Rahayu masih punya Anwar begitu pula Anwar masih punya Rahayu.

Seperti hari-hari biasa, selepas menyelesaikan pekerjaan rumah Rahayu hanya duduk depan layar televisi tabung pemberian bapak mertuanya dulu. Jam masih menunjukan pukul sepuluh, Rahayu yang duduk sendiri hanya menatap kosong layar hitam di depannya. Sementara Anwar sedang memulihkan pernafasannya dengan mengistirahatkan diri di dalam kamar.

Ditatapnya layar hitam itu. Air mata Rahayu merembas, layar hitam di depannya seolah-olah menampilkan kembali prahara pertengkaran Anwar dan Gumilar, putra bungsunya dua minggu lalu.

"Le, kamu itu laki-laki, kamu itu imam keluarga. Harusnya Djenar yang ikut kamu, bukan kamu yang ikut Djenar."

"Bapak apa ndak bosan bilang kaya gitu terus. Semua agama itu baik Pak, yang menjalani juga aku kan Pak. Sudahlah Pak, Gumilar harus bagaimana biar Bapak bisa menerima?"

"Bapak sudah kehilangan Diah dan Gayatri, sekarang Bapak juga harus kehilangan kamu Le?"

"Bapak kok berlebihan sekali. Gumilar hanya pindah agama. Bukan ninggal mati seperti Mbak Diah ataupun ninggal pergi seperti Mbak Tri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun