Langit Desa Sukamaju selalu tampak lebih biru dari kota. Begitu pula saat senja tiba, semburat jingga dan ungu melukis cakrawala, memanjakan mata tujuh mahasiswa KKN yang sedang duduk di balai desa. Ada Raka, ketua kelompok yang selalu optimis; Tiara, si juru bicara yang cekatan; Doni, si pendiam yang ahli IT; Maya, si pecinta lingkungan; lalu tiga orang lainnya yang tak kalah penting, yaitu Bima, Fajar, dan Sarah.
Hari-hari pertama mereka diwarnai kegiatan sosialisasi program kerja dan adaptasi dengan warga. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Raka: sebuah mitos tentang Batu Kembar. Konon, dua batu besar di puncak bukit itu adalah jelmaan sepasang kekasih yang tak direstui. Mereka berubah menjadi batu karena saking kuatnya cinta mereka. Mitos itu diyakini warga sebagai alasan mengapa tak boleh ada pasangan yang pacaran di desa itu.
"Masa sih, Kak? Cuma mitos kok sampai dilarang pacaran," protes Tiara saat mereka membahasnya di sebuah malam.
"Mungkin ada cerita lain di baliknya, Tiara. Kita enggak bisa langsung percaya begitu aja," sahut Raka sambil menyeruput kopi.
Doni yang sedari tadi diam tiba-tiba menyela, "Tadi aku coba cari di internet tentang sejarah desa ini. Enggak banyak info, tapi ada satu artikel yang nyebutin tentang penambangan ilegal di bukit itu puluhan tahun lalu."
Maya langsung antusias. "Penambangan? Kalau gitu, bisa jadi mitos Batu Kembar cuma akal-akalan buat nutupin aktivitas itu?"
Tujuh pasang mata saling bertatapan. Misi baru pun tercetus. Mereka berencana mendaki bukit untuk membuktikan kebenaran.
Keesokan harinya, mereka memulai pendakian. Medan yang terjal dan pepohonan yang rindang membuat perjalanan cukup sulit. Sesampainya di puncak, mereka menemukan dua batu besar yang persis seperti yang diceritakan. Namun, ada yang aneh. Di balik salah satu batu, ada sebuah celah kecil.
"Tunggu, teman-teman. Kayaknya ada sesuatu di sana," kata Bima sambil menunjuk celah itu.
Dengan hati-hati, mereka mendekat. Doni mengambil senter dan menyinarinya. Mereka terkejut menemukan sebuah gua kecil yang di dalamnya ada tumpukan karung bekas dan peralatan penambangan kuno.
"Tuh kan, benar! Ini bekas tambang," seru Fajar.
Di dinding gua, mereka menemukan tulisan tangan yang samar. "Selamatkan desa kami dari lintah darat..."
Raka mengambil inisiatif. "Ini kayaknya petunjuk. Warga desa sengaja bikin mitos itu supaya enggak ada yang berani ke sini dan tahu tentang penambangan ilegal itu."
Setelah mendiskusikan temuan ini dengan kepala desa, terungkaplah kisah sebenarnya. Puluhan tahun lalu, ada sekelompok penambang ilegal yang mengeksploitasi bukit. Warga yang menolak diancam. Untuk melindungi bukit dan diri mereka, tetua desa saat itu menciptakan mitos Batu Kembar. Mitos itu berhasil, penambang ilegal pergi, tapi mitos itu bertahan hingga kini.
"Terima kasih, anak-anak. Berkat kalian, rahasia ini akhirnya terbongkar. Kami akan beri tahu warga cerita yang sebenarnya," ujar kepala desa sambil tersenyum.
Kembali ke balai desa, Raka memandang teman-temannya. Ia tak menyangka KKN kali ini bukan hanya soal program kerja, tapi juga tentang membuka mata, menemukan kebenaran, dan membantu warga desa. Mitos Batu Kembar kini tak lagi jadi misteri, tapi menjadi pengingat tentang keberanian dan semangat gotong royong yang selalu ada di balik setiap cerita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI