Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hubungan Guru dan Murid di Era Digital

3 Februari 2020   21:53 Diperbarui: 4 Februari 2020   02:32 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sekolah di Museum Lambung Mangkurat, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. dok.istimewa

Dengan membandingkan cara mengukur jauh dekat yaitu mengambil acuan mata dan hati, nampak acuan yang berbeda memberikan makna yang berbeda. Penggunaan term "jauh-dekat" ternyata memiliki arti berbeda kalau menggunakan mata dan atau hati sebagai acuan mengukurnya. Jelaslah bahwa referensi visual beda dengan referensi psikologis ketika mengukur jarak atau kedekatan. 

Dalam logika, jebakan kesalahan penalaran semacam ini disebut "term ekuivok" yaitu salah menyimpulkan sesuatu  karena term yang digunakan memiliki banyak arti. Kata "apel" bisa bermakna buah bisa juga berbaris adalah salah satu contohnya.

Kembali kepada hubungan guru-murid atau meluas sedikit ke kontek proses belajar mengajar dalam kelas. Sangat sedikit kita menemukan murid yang mengidolakan gurunya sampai ke level sebagaimana dia mengidolakan artis atau atlit. Aneh rasanya kalau ada seorang anak berlari-lari masuk kelas karena gurunya akan masuk mengajar, larinya sang anak lebih karena takut dihukum atau tidak diperbolehkan masuk.

Ya, larinya si anak lebih karena didorong oleh rasa cemas, khawatir atau takut dan bukan karena ditarik oleh gairah, antusias dan kegembiraan. Buktinya apa? Bandingkan respon murid saat mendengar bel masuk dan ketika bel istirahat atau pulang berbunyi. Kalau bel masuk disambut dengan mimik datar, maka bel keluar atau istirahat akan disambut dengan sukacita dan rasa lega. 

Rasa lega anak yang keluar dari "kedekatan dengan guru" dalam kelas, menuju "kedekatan lain" di luar kelas. Kedekatan lain di luar kelas bisa jadi adalah keakraban berbincang dengan sebaya di kantin sekolah, keseruan main basket bersama anak komplek sebelah di lapangan dekat rumah.

Kedekatan anak atau murid dengan sebaya ditentukan oleh kesamaan minat dan tidak dibatasi oleh tembok sekolah. Bahwa dia akrab dengan teman sekelas dibanding dengan anak sekolah lain hanya bisa terjadi kalau mereka memiliki suatu kesamaan. 


Pada contoh ini maka Hukum Tobler mendapat penguatan. Keterkaitannya adalah pada kesamaan minat atau hoby, atau kesamaan beban tugas belajar. Semakin dekat jarak maka semakin kuat keterkaitannya.

Apakah keterkaitan semacam itu diperoleh dari gurunya? Apakah keterkaitan yang ada tumbuh secara alami dan dipupuk secara sadar atau keterkaitan yang terpaksa? Bel sekolah adalah salah satu cara untuk mengujinya. Lebih ceria mendengar bel masuk atau bel pulang?

Saya merasa bahwa hubungan atau keterkaitan antara guru dan murid lah yang sebenarnya perlu dibenahi terlebih dahulu sebelum proses belajar mengajar menurut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), atau apalah nama dokumennya, dilaksanakan sesuai standar baku dan formal. Tanpa perasaan kedekatan, keakraban dan keterkaitan maka kebersamaan dalam suatu ruangan fisik tertentu adalah kedekatan geometris belaka, bukan kedekatan secara prikologis.

Dalam kajian perkotaan, salah satu cara untuk mengetahui kedekatan seorang warga dengan tempat dimana dia tinggal atau sebuah kota adalah pada kemampuannya menerangkan setiap seluk-beluk kotanya. Dia akan menunjukkan di mana cafe yang asyik untuk kongkow, tempat menikmati duren yang murah, atau sekadar tempat cuci mata. Dan seseorang disebut warga kota kalau dia tidak takut akan tersesat di suatu kota, karena dia kenal kotanya, dia tahu jalan-jalannya. Seseorang yang gugup menelusuri jalan menuju toko kelontong pastilah seorang yang asing.

Murid yang gugup mendengar bel masuk sekolah adalah murid yang asing dalam proses belajar dalam kelas. Guru yang tidak mengetahui sifat dan karakter setiap muridnya adalah guru yang tidak akrab dengan lingkungannya. Keterkaitan apa yang bisa diharapkan dalam hubungan antara murid yang gugup dan guru yang cuek? Sia-sia sekolah membendung atau mengontrol murid untuk tidak mengakses konten negatif melalui gawai masing-masing. Sekolah dan guru sendiri tidak menawarkan konten alternatif yang menarik. Konten menarik ternyata ada di luar tembok kelas atau sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun