Mohon tunggu...
ameliana t p novianti
ameliana t p novianti Mohon Tunggu... Guru - GURU KOMPETENSI KEAHLIAN MULTIMEDIA/DKV SMK

Bertugas di SMK Negeri 1 Simpang Katis Kab. Bangka Tengah Prov. Kepulauan Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demokrasi Menderu dan Milenialpun Melaju

19 April 2019   07:37 Diperbarui: 19 April 2019   13:32 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semangat Pagi Kompasianer,

Bukan bermaksud sombong apalagi pamer. saya sekedar membagikan tulisan saya yang tak seberapa ini tentang demokrasi ala milenial yang sejatinya bukan sebuah hal yang imajiner. 

Terinspirasi dari beranda facebook yang menampilkan milenial2 super yang otaknya tak siwer dalam melakukan manuver. harapan saya semoga tulisan ini memberi manfaat untuk semua pembaca kompasianer. 

poster lomba menulis opini (dokpri)
poster lomba menulis opini (dokpri)

DEMOKRASI MENDERU, MILENIAL MELAJU

Demokrasi merupakan suatu tatanan pemerintahan, yang mana tiap-tiap warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan. Sejatinya demokratia yang merupakan bahasa Yunani, di serap menjadi demokrasi ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti kekuasaan negara berada di tangan warga negaranya. 

Tujuan demokrasi sangat mulia, bukan sekedar bergaya menjadi negara yang gegap gempita, Namun menjamin semua rakyat tak hidup melarat, jika sakit tak sampai sekarat baru berobat, generasi muda mendapatkan pendidikan yang tepat sepanjang hayat, dan membentuk bangsa yang bermartabat karena perwakilan rakyat yang mengendalikan pemerintahan dipilih untuk menjadi penyelamat.

Di negara kita tercinta Indonesia raya, demokrasi mendapat tambahan rasa dengan menyandingkan Pancasila dibelakang kata sehingga terciptalah tatanan pemerintahan bernama Demokrasi Pancasila. 

Pancasila sebagaimana yang kita ketahui bersama, berisikan lima sila dimulai dari ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan berakhir dengan harapan terwujudnya suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Pancasila merupakan pondasi demokrasi negara ini. Untuk membuat pondasi, tentunya tanah harus dipastikan tergali sampai dalam, sama hal nya dengan memastikan sila pertama ketuhanan yang maha esa yang merupakan ciri dasar negara ini, negara berlandaskan agama, harus pula terpatri disanubari pemerintah negeri ini dalam-dalam. 

Setelah tanah tergali, kolom pondasi di isi dengan batu gunung atau batu kali, sama seperti setelah sila pertama diaplikasi tentunya dalam bentuk realisasi yang bertanggungjawab, barulah kemudian kolom pondasi negari ini di isi dengan sila kedua yaitu memperlakukan setiap warga zamrud khatulistiwa secara adil dan beradab. 

Pembuatan pondasi dilanjutkan dengan memasang sloof besi sebagai penahan beban sebuah bangunan, persatuan indonesia yang tak lain adalah sila ketiga nyatanya memang merupakan sloof besi pondasi ibu pertiwi. 

Sloof besi ini harus dijaga dari air hujan yang mampu menyebabkan besi berkarat agar mampu menahan beban bangunan diatasnya dalam jangka waktu yang lama, untuk itulah musyawarah serta pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak yang merupakan inti dari sila ke empat dihadirkan agar mampu menahan beban kebhinekaan dan mengantisipasi perpecahan tak terjadi selama-lamanya. 

Pondasi yang seperti ini akan menghasilkan bangunan yang menenangkan untuk dihuni oleh banyak manusia persis seperti jika ke empat sila di atas sunguh-sungguh di implementasi oleh pemerintah negeri ini, menghasilkan sila kelima yaitu Indonesia menjadi rumah yang menyenangkan untuk dihuni karena memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di nusantara.   

Sementara, kita tak bisa menolak pergantian dari masa lalu ke masa kini, yang berarti pergantian pula dari generasi lalu ke generasi kini. Katanya, pergantian generasi lalu ke generasi kini disinyalir menyebabkan Demokrasi Pancasila mengalami turbulensi. 

Katanya lagi, generasi zaman dulu akrab layaknya saudara, berbeda dengan generasi kini yang egois dan tak punya etika. Lihat saja sosial media yang ada, tak dinyana banyak julukan, umpatan, makian, dan sindiran yang dituliskan memperkuat opini katanya.

Padahal, setiap generasi memiliki tantangannya tersendiri dan ini bukan hanya sekedar guyon. Pengenalan teori generasi pertama kali dikemukakan oleh William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya yang berjudul Generations. Kemudian mereka mengembangkan teori lebih lanjut untuk menjaring dan mengelompokan generasi menjadi 4 era penting yang ditulis dalam buku berjudul The Fourth Turning.

 Strauss dan Howe mengelompokan masing-masing generasi dengan patokan tiap dua puluh tahun berseling. Kemudian di era modern sekarang ini, teori tentang generasi diperbarui oleh Pew Research Center yang berkantor pusat di Washington D.C, Pew Research Center merupakan sebuah lembaga yang berfokus mengkaji generasi heterogen ditinjau dari perilaku yang divergen. 

Pada tanggal 1 Maret 2018, Pew Research Center secara resmi menetapkan generasi Y atau generasi milenial adalah generasi yang kelahirannya dimulai pada tahun 1981 dan kelahiran tahun 1996 merupakan kelahiran final. 

Generasi sebelum generasi Y adalah generasi X yang lahir direntang tahun 1980-1965 dan generasi setelah generasi Y atau generasi milenial adalah generasi Z yang lahir di atas tahun 1996.

Berdasarkan pembagian generasi diatas, bisa dikatakan bahwa generasi milenial adalah generasi yang pada tahun 2019 ini berusia 23 sampai 38 tahun. Secara umum, Generasi ini adalah generasi dengan usia produktif yang diharapkan mampu mengambil peran optimal bahkan maksimal dalam menetralisir gejolak suasana yang kontradiktif. 

Ditambah, data dari Bapennas menjabarkan generasi milenial yang berjumlah 90 jutaan menjadi lebih dari sepertiga populasi di bumi pertiwi. Sumber daya manusia usia produktif ini selain sangat potensial untuk membangun negeri, juga sangat diharapkan mewariskan nilai-nilai positif dalam berdemokrasi.

Namun, demokrasi yang menderu membuat si katanya kembali berseru. Ia diduga membual ikhwal generasi milenial perlu mendapatkan revolusi mental. Si katanya dan kita semua sebaiknya harus tau bahwa tak semua generasi milenial itu berkualitas abal-abal karena generasi milenial terbagi menjadi 3 kanal yaitu milenial trendsetter, milenial influencer, dan milenial follower.

Dalam kaitannya dengan demokrasi, milenial trendsetter adalah sosok milenial yang berinisiatif menjadi relawan demokrasi dengan mengkampanyekan gerakan inovatif guna mengedukasi demokrasi yang santun dan serasi. Perilaku santun dalam berdemokrasi tanpa anarki mengilhami milenial lainnya untuk mereplikasi tindakan yang bukan basa-basi dalam pesta demokrasi negeri ibu pertiwi tahun ini. 

Tokoh milenial trendsetter ini diantaranya Fadh Pahdepie dan Gamal Albinsaid. Di usia nya yang memasuki 33 tahun, Fadh Pahdepie sudah menulis delapan belas buku dan tiga buku diantaranya menjadi best seller. Ia dikenal sebagai milenial yang penuh dengan ide-ide kreatif dan pemikiran-pemikiran segar tentang hal-hal di seputar manusia sebagai pembelajar.  

Namun yang jauh lebih penting dalam pesta demokrasi ini, ia ambil bagian sebagai relawan yang memprakarsai gerakan berdiri bersama Jokowi. Tak kalah saing dengan Fadh Pahdepie, dokter muda Gamal Albinsaid yang memiliki jiwa sosial yang tinggi karena memprakarsai berdirinya klinik asuransi sampah dan bank sampah dengan cara kerja membayar sejumlah dana pengobatan dengan sampah yang tentunya sangat membantu masyarakat kelas bawah. 

Dalam pesta demokrasi ini, ia memutuskan sikap politiknya bermuara menjadi juru bicara calon presiden Prabowo Subianto, sang mantan panglima.  

Meski kedua milenial diatas memiliki pilihan politik yang tak serasi, namun keduanya sepakat untuk menjadikan ajang pesta demokrasi ini sebagai media untuk mengedukasi. Bisa dilihat di laman sosial media kedua pemuda ini, nuansa kental edukasi demokrasi yang dikemas secara ringan berisi namun tetap berbudi pekerti menjadikan dua milenial ini sebagai trendsetter demokrasi sejati. 

Selain keduanya, ada banyak lagi milenial trendsetter yang mengkampanyekan demokrasi santun dalam bermanuver, sebut saja Dahnil Azhar Simanjuntak yang pernah menjadi dosen muda Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ahmad Hanafi Rais yang pernah menjadi dosen muda di Universitas Gajah Mada, Dirgayuza Setiawan yang pernah memenangkan Global Changemaker dari British Council, dan masih banyak lagi milenial trendsetter lainnya yang menjagokan pilihan politiknya denga cara yang terpuji. 

Telepas siapa memihak siapa, para milenial trendsetter ini layak diapresiasi karena secara tak langsung mereka mengkampanyekan sistem demokrasi yang tak mengkritisi rival pilihannya namun berfokus pada kelebihan, visi misi, dan hal-hal yang berhasil dicapai oleh pilihannya ini.

Fadh Pahdepie dan Dirgayuza Setiawan yang berbeda pilihan politik namun tetap berteman baik (Dok. Facebook Fanpage Fadh Pahdepie)
Fadh Pahdepie dan Dirgayuza Setiawan yang berbeda pilihan politik namun tetap berteman baik (Dok. Facebook Fanpage Fadh Pahdepie)

Berbeda dengan milenial trendsetter, milenial influencer adalah milenial yang cukup terkenal karena relatif sering wara wiri di layar televisi ataupun sukses menjadi youtuber. 

Biasanya milenial influencer memiliki fans fanatik yang bersedia melakukan apa saja demi sang idola sehingga milenial influencer ini memanfaatkan popularitasnya untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pesta demokrasi yang diselenggarakan setiap lima tahunan. Utamanya yang sesuai dengan pilihan politik influencer yang bersangkutan.  

Milenial infulencer yang mengumumkan ke publik pilihan politiknya antara lain: Nisa Sabyan, Pevita Pearce, Fauzi Baadilla, Pasha Ungu, Moreno Suprapto, Tompi, Cha-Cha Frederica, Vicky Shu, Rachel Maryam, Tommy Kurniawan, Gading Martin, Giring Nidji, Kirana Larasati, Nafa Urbach, Tina Toon, Angel Karamoy, dan masih banyak lagi. Walau mereka go publik atas pilihan politik, mereka tetap mengedepankan sikap dan perilaku baik dalam membidik para fans agar mereka tertarik.

Menjagokan pilihan masing-masing membuat beberapa milenial tak elok dalam berdialog. Mereka ini sengaja ingin membuat harga diri lawan bicara terjun bebas menukik atau malah bak kekasih yang diselingkuhi karena kehilangan daya tarik. Karakteristik siwer seperti ini adalah satu dari tipikal milenial terakhir dalam pesta demokrasi yakni milenial follower. Di dalam follower ada milenial yang mungkin bisa dikatakan berkualitas abal-abal. 

Mereka ini harus secepatnya menyadari bahwa sejatinya reformasi memang membolehkan milenial untuk tidak netral namun tetap harus mengedepankan pemikiran bahwa mereka bukanlah yang paling benar. Sejatinya tak semua milenial follower masuk dalam kategori milenial berotak ceper. 

Ada banyak juga milenial follower yang berotak super yang masih merawat akal sehat dan menjaga akal budi agar otak tak ikutan geser. Gosip busuk di sosial media dan kabar buruk di mass media disikapi dengan jumawa sembari tertawa, hal itu tak akan membuat mereka terbawa suasana dan tetap mengasuh kewarasan jiwa.

Demokrasi menderu bukan karena komponen ego dalam diri milenial yang aus saling beradu. Namun karena milenial sadar knalpot racing mawas diri harus dipasang di tiap-tiap pribadi dan menyadari itu menjadi bagian yang penting agar tak mudah digiring. 

Wahai milenial, apapun identitas demokrasi dirimu yang publik kenal, entah itu influencer, trendsetter, atau follower yang terpenting adalah sikap santun berdemokrasi, tanpa anarki, tanpa memaki, tanpa menghakimi, dan tanpa merasa pilihan yang diri ini pilihi adalah pilihan yang memiliki derajat kebenaran paling hakiki. 

Teruntuk milenial berkualitas imitasi yang dengan mudahnya bisa digoyang sana sini tatkala membaca informasi yang tak tervalidasi dalam pesta demokrasi, hendaknya segera menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tak terkecuali orang yang mencalon diri menjadi pemimpin negeri ini.

Salam lima jari dari kami para milenial masa kini (Dokpri)
Salam lima jari dari kami para milenial masa kini (Dokpri)

Demokrasi semakin terus menderu dan milenial pun siap melaju, pastikan sabuk pengaman dalam diri terpasang tepat dan rapi jali. Gass poll untuk demokrasi tanpa mendominasi ala milenial penuh toleransi. Salam Pancasila sakti, salam 5 jari, salam demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun