2. Privasi dan Kerahasiaan Pasien
Pertemuan telemedicine memiliki risiko privasi dan keamanan yang lebih besar dibandingkan pertemuan tatap muka. Meskipun sebagian besar platform telehealth sudah dienkripsi dengan baik dan sesuai dengan standar hukum seperti Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA), tidak ada sistem yang sepenuhnya kebal terhadap ancaman seperti peretasan atau pelanggaran data. Kekhawatiran tentang keamanan informasi menjadi salah satu alasan mengapa telehealth belum sepenuhnya diterima secara luas. Baik penyedia layanan maupun pasien harus yakin bahwa data mereka tetap aman selama sesi telehealth. Ada beberapa undang-undang yang melindungi informasi medis, seperti HIPAA, Health Information Technology for Economic and Clinical Health (HITECH), dan Children's Online Privacy Protection Act (COPPA). Undang-undang ini memastikan privasi dan keamanan informasi kesehatan yang dikumpulkan oleh penyedia layanan kesehatan melalui sistem elektronik. Penyedia telehealth harus memahami dan mematuhi aturan hukum ini serta menjaga kerahasiaan pasien setiap saat. Selain itu, mereka juga harus menerapkan standar etika dalam praktik telehealth, baik saat bekerja dari rumah maupun di lokasi praktik.
3. Akurasi Data dan Kesalahan Diagnosis
Salah satu tantangan dalam telehealth adalah memastikan data pasien yang dikirimkan akurat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kualitas koneksi internet dapat memengaruhi keakuratan pengukuran fungsi fisik, seperti tugas motorik halus. Jika data pasien tidak akurat akibat masalah teknologi, keputusan klinis yang dibuat oleh penyedia layanan bisa saja salah. Untungnya, ada standar internasional bernama Digital Imaging and Communications in Medicine (DICOM) yang membantu memastikan kualitas gambar medis dan data terkait tetap sesuai untuk penggunaan klinis. Standar ini memberikan panduan jelas tentang format data medis yang dapat diterima sehingga membantu mengurangi risiko kesalahan diagnosis akibat data yang tidak akurat.
4. Hubungan Penyedia Layanan-Pasien
Setiap negara bagian memiliki aturan berbeda tentang bagaimana penyedia layanan kesehatan dan pasien harus berinteraksi, yang sering kali mencakup pemeriksaan atau evaluasi pasien oleh penyedia. Penting untuk memahami aturan ini sebelum memberikan resep obat. Misalnya, di Arkansas, dokter harus melakukan pertemuan langsung dengan pasien sebelum meresepkan obat. Di negara bagian lain seperti Missouri, meskipun tidak menggunakan istilah "tatap muka," mereka tetap mengharuskan adanya pemeriksaan fisik. Sementara itu, Virginia dan Maryland memperbolehkan pemeriksaan fisik dilakukan melalui teknologi seperti telehealth. Pada tahun 2015, Mahkamah Agung Iowa secara bulat membatalkan aturan yang melarang dokter melakukan aborsi dengan obat dari jarak jauh menggunakan telehealth. Setelah keputusan itu, American College of Obstetricians and Gynecologists mengungkapkan kekhawatiran bahwa melarang aborsi melalui telemedicine akan menyulitkan  perempuan di daerah pedesaan yang ingin mendapatkan prosedur tersebut. Mahkamah Agung Iowa memutuskan bahwa larangan ini akan merugikan hak-hak perempuan. Keputusan ini penting bagi semua penyedia telemedicine, termasuk dokter umum dan dokter kandungan-ginekolog, karena berdampak pada akses layanan medis lainnya melalui telehealth.
5. Tanggung Jawab Medis
Praktik telehealth menimbulkan banyak pertanyaan tentang tanggung jawab hukum, termasuk tentang persetujuan yang diinformasikan, standar praktik, pengawasan untuk penyedia non-dokter, dan asuransi tanggung jawab profesional. Menerapkan prinsip tanggung jawab hukum dalam telehealth bisa rumit, terutama karena tidak selalu jelas apa yang dimaksud dengan "standar perawatan" yang tepat. Kebijakan asuransi mungkin tidak mencakup layanan telehealth dalam perlindungan mereka. Penyedia layanan harus berhati-hati untuk menghindari kesalahan dan kelalaian, serta menjaga kerahasiaan pasien dan memastikan layanan tetap berjalan meskipun ada masalah dengan peralatan atau teknologi. Mereka juga perlu memahami apa saja yang ditanggung oleh polis asuransi mereka, terutama saat memberikan layanan telehealth di negara bagian lain.
6. Penipuan dan Penyalahgunaan
Dengan meningkatnya penggunaan telehealth, penting untuk berhati-hati agar praktik ini tidak melanggar undang-undang federal seperti anti-kickback dan Stark Law. Undang-undang ini melarang penyedia layanan menerima imbalan karena merujuk pasien ke fasilitas atau penyedia lain yang mereka miliki kepentingan finansialnya. Jika melanggar undangundang ini, penyedia bisa dikenakan denda, hukuman penjara, atau dikeluarkan dari program Medicare dan Medicaid. Stark Law juga melarang penyedia kesehatan merujuk pasien medicare ke tempat pelayanan kesehatan tertentu jika mereka atau anggota keluarganya memiliki kepentingan finansial di sana. Ketika mempertimbangkan potensi penipuan dan penyalahgunaan serta risikonya, penyedia layanan harus ingat bahwa setiap negara bagian memiliki hukum yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis undang-undang per negara bagian karena ada variasi dalam aturan dan regulasi yang berlaku.
7. Resep Zat Terkendali