Di dunia digital yang serba cepat dan menantang ini, pertanyaannya adalah bagaimana menciptakan generasi yang kuat. Dalam kecepatan perubahan teknologi yang pesat, Pendidikan humaniora di sekolah merupakan solusi untuk menciptakan generasi yang bermoral, beretika, dan berintegritas emosional, namun ada baiknya kita mempelajari masyarakat di sekolah saat ini, apalagi jika kita melihat berbagai tantangan moral yang muncul di masyarakat.
Pelatihan manusia bukanlah konsep baru. Sejak zaman dahulu, sekolah tidak hanya menjadi tempat pembinaan akademik siswanya, tetapi juga penanaman nilai-nilai moral dan etika yang dapat menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kesabaran dan pembelajaran merupakan salah satu nilai yang harus diciptakan di sekolah.
Namun dalam praktiknya, penyelenggaraan pendidikan di sekolah seringkali tidak sesuai harapan. Banyak aliran pemikiran yang menganggap pembelajaran manusia merupakan program formal yang disajikan melalui pemikiran. Siswa diajarkan tentang situasi, namun memiliki sedikit kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan siswa mengetahui apa yang dimaksud dengan "perilaku baik", namun sulit menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Salah satu penyebab utama masalah ini adalah penilaian berlebihan terhadap pembelajaran manusia. Nilai-nilai seperti matematika dan sejarah tidak bisa diajarkan. Untuk mengembangkan kepribadian yang kuat, siswa harus mengalami secara langsung situasi di mana mereka dapat menginternalisasikan nilai-nilai tersebut.
Misalnya, mereka harus mendapat kesempatan untuk bertanggung jawab di lingkungan sekolah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang membutuhkan kerjasama, dan merasakan langsung manfaat dari kegiatan moral seperti kejujuran dan perhatian terhadap orang lain.
Selain itu, peran guru dalam pendidikan manusia juga sangat penting. Guru bukan sekedar guru, namun menjadi teladan yang patut ditiru oleh siswa. Jika seorang guru hanya mengajarkan teori moral tanpa menerapkannya dalam sikap dan tindakan sehari-hari, maka pesan yang disampaikan tidak akan efektif. Di sinilah letak pentingnya konsistensi antara apa yang diajarkan dengan apa yang didemonstrasikan guru. Guru harus menjadi teladan dan menunjukkan integritas dan nilai-nilai moral dalam segala interaksi dengan siswa.
Namun, pembentukan karakter siswa bukanlah tanggung jawab sekolah. Peran orang tua dan lingkungan rumah juga penting. Pendidikan manusia hendaknya dimulai sejak dini di lingkungan keluarga. Orang tua adalah guru pertama bagi anak dalam hal tata krama dan etika. Di rumah, anak-anak belajar cinta, kasih sayang, dan tanggung jawab melalui interaksi dengan anggota keluarga. Jika anak-anak tidak mempelajari pentingnya kejujuran dan disiplin di rumah, maka akan lebih sulit bagi sekolah untuk menanamkan nilai-nilai tersebut.
Di dunia digital ini, tantangan penciptaan karakter semakin menantang. Saat ini, anak-anak dan remaja tumbuh dengan akses internet yang tidak terbatas, di mana mereka dihadapkan pada berbagai informasi, baik dan buruk.
Misalnya, media sosial dapat menjadi tempat berkembang biaknya perilaku intimidasi, ketidakjujuran, dan egois. Di sisi lain, media sosial juga bisa digunakan untuk hal-hal baik seperti gerakan sosial dan berbagi informasi bermanfaat. Oleh karena itu, pendidikan manusia di dunia digital memerlukan keterampilan digital yang baik, dimana siswa diajarkan untuk menggunakan teknologi secara etis dan bertanggung jawab.
Sekolah perlu menyesuaikan kurikulumnya dengan tantangan zaman. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan mengintegrasikan humaniora ke dalam seluruh aspek pembelajaran, bukan sebagai mata pelajaran terpisah.
Misalnya, ketika siswa belajar tentang sejarah, mereka juga dapat belajar tentang nilai-nilai keberanian, keberanian, dan kesetiaan orang-orang di masa lalu. Ketika mereka mempelajari sains, mereka dapat diminta untuk berbicara tentang tanggung jawab etis ketika menggunakan teknologi dan sains.
Di luar itu, sekolah harus bekerja sama dengan orang tua dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem yang sehat. Kegiatan sekolah, seperti kegiatan pengabdian masyarakat, proyek kelompok, dan diskusi keluarga tentang nilai-nilai moral, dapat memperkuat apa yang dipelajari siswa di sekolah. Apabila pendidikan karakter didukung oleh lingkungan yang mendukung maka nilai-nilai tersebut mudah terinternalisasi dalam diri siswa.
Terakhir, kita perlu memahami bahwa pelatihan manusia tidak permanen. Dibutuhkan waktu, kesabaran dan persiapan untuk membangun karakter yang kuat. Proses ini harus dimulai sejak dini dan berlanjut sepanjang hidup.
Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan generasi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, namun juga memiliki moral yang baik dan rasa integritas yang kuat. Tanpa pelatihan manusia yang efektif, kemajuan teknologi dan pengetahuan yang kita peroleh tidak akan ada gunanya jika tidak diimbangi dengan manusia di dunia nyata.
Kesimpulan:
Melatih masyarakat di sekolah merupakan langkah penting untuk menciptakan generasi yang handal. Namun hal tersebut tidak dapat berhasil dicapai tanpa dukungan orang tua dan masyarakat luas. Seiring dengan semakin beratnya tantangan era digital, pendidikan humaniora harus relevan, relevan dan terintegrasi ke dalam seluruh aspek kehidupan siswa untuk menciptakan generasi yang siap menghadapi masa depan serta berakhlak dan adat istiadat yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI