Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jumlah Korban Covid-19 Tak Akurat, Siapa Salah?

27 Mei 2020   11:14 Diperbarui: 27 Mei 2020   11:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru Bicara Pemerintah Untuk Covid-19 Achmad Yurianto

Sebenarnya tidaklah etis meragukan tugas dan kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang sejak dibentuk hingga kini dikungkung tekanan batin dan fisik. Hampir seperti yang dialami para pelaksana medis yang menangani penderita paparan virus itu.

Namun publik juga berhak untuk tahu, apakah penyampaian informasi hampir setiap harinya oleh Gugus Tugas itu melalui Juru bicaranya Achmad Yurianto kepada media massa mengenai jumlah korban paparan covid-19 yang terbagi atas tiga bagian (penderita, disembuhkan, meninggal) itu akurat ataukah kurang?

Akhir-akhir ini ada pihak dan organisasi yang menuduh informai angka-angka yang disampaikan Gugus Tugas itu kurang atau tidak akurat. Dicontohkan antara lain kasus orang-orang yang terpapar covid-19 di Surabaya pada 22 Mei lalu itu dalam sehari 502 orang. 

Menurut pihak yang mengamati informasi mengenai covid-19 melalui siaran TV, kasus jumlah penderita sebanyak itu bukannya dalam sehari, tetapi jumlah kumulatif kejadian selama 4-5 hari. Juga ada beberapa hal lagi yang diungkap pihak/organisasi itu, informasi Gugus Tugas itu kurang akurat.

Buat publik, banyak yang memperhatikan perkembangan penderita paparan covid-19 yang terus meningkat.  Meskipun ada yang terbagi-bagi dalam meminati informasi tersebut. Ada yang tertarik proses jumlah penderita, ada yang berminat jumlah yang disembuhkan yang meningkat, ada yang serius menanggapi peningkatan jumlah yang meninggal yang dalam perawatan. 

Tidak dipungkiri, ada juga penderita yang tak lapor atau sengaja bersembunyi takut dirawat di rumah sakit ataupun tempat-tinggalnya sangat jauh dari rumah sakit.  Yang jelas, bagi setiap "peminat" terhadap permasalahan itu bisa dikata mengelus dada atas kecenderungan  angka-angka yang terus meningkat. Mereka yang sengaja memperhatikan informasi tersebut, sadar dalam menjaga diri dan keluarga/kerabatnya dengan mematuhi protokol kesehatan menghindari covid-19.

Terjadi kurang akurasinya isi informasi tersebut bisa saja karena menurut apa yang dilaporkan dari pelaksana-pelaksana Gugus Tugas yang ada didaerah provinsi atau malahan kabupaten/kota bersangkutan. Siapa yang salah? Meskipun menggunakan piranti jaringan internet, namun ada yang melaporkan secara ceroboh, kurang tepat, kurang rinci atau dibuat secara terburu-buru dan penuh emosi. 

Bayangkan, laporan itu mengalir dari 404 kabupaten/kota di 34 provinsi. Bukti angka kumulatif positif terpapar virus itu (25/5) 22.750 orang, disembuhkan 5.642, meninggal 1.391 orang. Esok harinya (26/5) laporannya 23.165 penderita, 5.877 sembuh dan meninggal cuma 1.418 orang.

Kiranya publik perlu bijak untuk menanggapi kalaulah angka-angka dalam laporan rutin Gugus Tugas itu ada yang kurang akurat. Harap tidak dianggap karena didasarkan alasan politis pemerintah, maka angka-angkanya ada yang dibesarkan atau dikecilkan. Dibentuknya Gugus itu oleh pemerintah adalah sesuai dengan namanya "Percepatan Penanganan".  

Para pelaksananya jelas merasa selalu tertekan lahir dan batinnya, bagaimana bisa menekan penyebaran covid-19, sementara banyak masyarakat yang tidak mematuhi ketentuan yang dipedomankan demi kesehatan mereka dan lingkungannya. Mungkin tak salah kalau sikap/tindakan tak berdisiplin itu adalah ciri sikap masyarakat negara berkembang. Bukan masyarakat negara maju.  

Kerepotan para pelaksana Gugus Tugas di Pusat pimpinan Letjen Doni Mornado sama dengan mereka yang ditugaskan melaksanakan aturan PSBB disuatu Kabupaten atau Kota yang terdiri dari unsur-unsur Gugus Tugas, Kepolisian, Satpol PP, TNI (AD,AL,AU). 

Terutama bagaimana menjaga Kesehatan masyarakat itu ketika dinyatakan "New Normal", dimana beberapa fasilitas perekonomian diijinkan dibuka, tetapi protokol kesehatan (melawan covid-19) tetap wajib dilakukan masyarakat. Akan banyak salah pengertian atau penyalahgunaan, bahwa aturan baru tersebut berarti kondisi ancaman virus itu sudah lewat dan kondisi "normal" seperti sebelum pandemi. Memang harapan kita, covid-19 lambat atau cepat bisa kita kalahkan dan kehidupan "normal" seperti sebelumnya bisa kita lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun