Mohon tunggu...
Alya Lathifa
Alya Lathifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harta Warisan dalam Kehidupan Keluarga dan Masyarakat

7 Maret 2023   19:54 Diperbarui: 8 Maret 2023   09:42 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sementara itu, hukum waris dalam KUH Perdata diatur dari Pasal 830-1130. KUH Perdata menjelaskan pihak yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.

Penyelesaian harta waris harus segera dilaksanakan karena nanti dapat mencegah terjadinya konflik dan berbagai persoalan yang dapat merusak hubungan di antara ahli waris biasanya dilakukan dengan menunggu kedua orang tua (pewaris) meninggal dunia. Sebab kesepakatan ahli waris yang paling diutamakan dan adanya asas kekeluargaan yang mendukung dalam pembagian kewarisan tersebut.  

Dari  hasil  penelitian  penulis  dalam  kemasyarakatan, suatu harta warisan harus segera dibagikan dengan maksimal 40  hari  setelah  wafatnya  pewaris. Apabila terjadi penundaan untuk pembagian harta warisan makan perlu dilihat sebabnya  atau  alasannya,seperti hutang pewaris belum dilunasinya atau belum  terlaksananya  wasiat  pewaris. Ketika tidak ada sebab yang kuat dan warisan tidak segera di bagi maka sudah melalaikan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah dan akan menjadi suatu dosa baginya. 

Namun para ulama dan para ahli hukum  sepakat,  bahwa  harta waris yang tidak segera dibagikan  tidak menyebabkan  hapusnya  hak  ahli  waris  untuk menuntut pembagian harta warisan, dalam hal ini tidak ada batas waktu selama harta warisan tersebut  belum  dibagikan  kepada  para  ahli warisnya. Sehingga harta waris  tersebut bersifat turun temurun dan ketik pewaris meninggal, harta tersebut akan menjadi milik ahli  waris  generasi  berikutnya.

Suatu Persengketaan waris dapat terjadi karena

-ketamakan satu pihak lain dengan merebut porsi harta warisan dan adanya orang ketiga dalam pembagian harta warisan.

-karena belum adanya pembagian harta warisan dalam rentang waktu yang lama sehingga harta tersebut menjadi musnah dan timbulnya fitnah, ini didukung oleh ketidaktahuan ahli waris, dan

-adanya penguasaan sepihak dari salah satu ahli waris.

Masyarakat yang masih berpegang teguh terhadap local wisdom (nilai kearifan masyarakat setempat) dalam melakukan pembagian warisan harta benda pada dasarnya mengedepankan kehidupan bersama yang bersifat tolong-menolong guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam hidup. Jika dicermati sejatinya nilai-nilai local wisdom yang dipraktekkan masyarakat  sebagaimana disebutkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam pada masyarakat seperti ini kepentingan hidup yang rukun dan damai lebih diutamakan dari sifat-sifat kebendaan dan mementingkan diri sendiri.

Untuk menyelesaikan permasalahan waris dimasyarakat, setiap orang dapat mempersiapkannya dengan membuat wasiat dan atau hibah pada saat masih hidup. Dalam Pasal 171 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, mendefinisikan wasiat sebagai pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Wasiat ini dibuat pada saat pewaris masih hidup dan diserahkan kepada penerimanya setelah pewaris meninggal dunia. Padahal sebenarnya selama pewaris memahami aturan terkait hibah dan wasiat, seharusnya konflik tidak akan terjadi. 

Ada batas maksimal wasiat maupun hibah harusnya ditaati oleh pewaris. Tata cara hibah maupun wasiat juga telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu dilakukan secara lisan atau tertulis di hadapan dua orang saksi atau di hadapan Notaris. Sedangkan dalam KUHPerdata wasiat harus dalam bentuk tertulis yang diketahui dua orang saksi dan Notaris. Untuk hibah ada yang mengharuskan tertulis dengan akta Notaris ada yang tidak (lihat Pasal 1687 KUHPerdata). Jika masih terdapat hukum adat di wilayah tersebut baiknya menyesuaikan dengan hukum adat yang berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD dan disetujui oleh seluruh pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun