Mohon tunggu...
AL Wijaya
AL Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis "Target Pertama", "As You Know", "Kembali ke Awal"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas (Epilog)

5 Juni 2019   09:31 Diperbarui: 5 Juni 2019   09:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Perlahan, Ari memasuki sebuah gerbong kereta api. Sambil membawa ransel besar dan jaket hitam milik Yandi, Ari mencari-cari nomor tempat duduknya dengan bantuan selembar tiket di tangannya.

20A.

Tak butuh waktu lama, Ari menemukan kursinya. Ternyata di sisi kiri dekat jendela. Ari pun segera meletakkan ransel bawaannya di rak barang di atas kursi. Ia juga menaruh jaket Yandi di kantung bagian belakang kursi di depannya. Setelah semuanya beres, Ari duduk tenang.

Ari memandangi sekelilingnya. Gerbong tersebut nampak tak terlalu ramai. Hanya ada satu dua orang yang telah duduk di kursi mereka masing-masing.

Tiba-tiba, seorang wanita memanggil Ari.

"Permisi, boleh minta bantuannya?"

Ari menoleh. Ia melihat seorang wanita berwajah oriental tengah meminta pertolongannya. Perasaan Ari tertegun sesaat. Ia seperti merasakan dejavu.

"Saya kesulitan mengangkat koper saya." kata sang wanita sambil menunjuk sebuah koper berwarna merah.

"Oh, tentu. Mari saya bantu." ujar Ari yang tersadar dari lamunannya.

Ari langsung mengangkat koper wanita tersebut ke atas rak barang di tempat duduknya 2 baris di belakang Ari.

"Mama mama...."

Baru saja Ari selesai meletakkan koper tersebut, ada dua anak perempuan kembar mengenakan kaos bergambar Hello Kitty mendatangi wanita tersebut. Mereka terlihat menggemaskan. Ari tersenyum melihat tingkah keduanya.

"Hati-hati. Mama bilang, jangan lari-lari di kereta. Nanti jatuh. Ayo, lekas duduk sana." Wanita itu menyuruh anak-anaknya untuk duduk. Si kembar pun duduk dengan tenang. Wanita tersebut pun berterima kasih pada Ari. "Terima kasih ya..."

"Sama-sama." Ari mengangguk. Ia pun kembali duduk di kursinya.

Ari menyandarkan kepalanya. Ia menarik nafas panjang. Senyum di bibirnya pun merekah.

Ini adalah saat yang tepat bagi Ari untuk membuka halaman baru dalam kumpulan cerita hidupnya. Ari sudah tak sabar. Ia membayangkan akan menjalani hari-hari yang menakjubkan ke depannya.

Setelah semua yang telah Ari lalui, membuat Ari semakin kuat. Hati Ari kini telah mantap. Ia takkan lagi kembali tenggelam dalam lembah kesedihan. Seseorang pernah mengatakan padanya bahwa hidup adalah soal berjalan, bukan berhenti di satu titik.

Ari melirik jaket hitam yang ia letakkan di kantung kursi depannya. Ari tersenyum.

"Selamat pagi kami ucapkan kepada para penumpang kereta api Sinar Fajar. Kereta ini akan berangkat dari stasiun Artapuri menuju stasiun Semarang Tawang. Terima kasih telah memilih jasa layanan kami. Selamat menikmati perjalanan anda."

Ari menoleh ke arah jendela. Ia melihat peron stasiun yang tak terlalu padat. Beberapa orang nampak berjalan ke sana kemari dengan urusan mereka masing-masing.

Ah... Artapuri. Sebuah kota kecil yang menyimpan banyak kenangan bagi Ari. Baik itu kenangan pahit dan juga manis.

Seketika terlintas dalam otak Ari, semua memori yang pernah ia jalani di kota ini. Mulai dari Ari kecil, lalu beranjak remaja, bagaimana ayah dan ibu sangat menyayangi Ari, mengajari Ari cara bermain piano, lalu saat Ari harus menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya meninggal, hidup dalam kegelapan, sampai akhirnya muncul Melani. Semua memori itu takkan pernah Ari lupa sebab itulah yang kini membentuk kepribadian Ari.

Kereta mulai berjalan. Perlahan-lahan, ia meninggalkan stasiun. Ari melihat jalanan Artapuri yang juga masih sepi. Sampai ia melihat lintasan kereta tanpa palang. Ada banyak kendaraan yang berhenti di sana, menunggu kereta lewat.

Akhirnya, mimpi Ari untuk keluar dari kota ini terwujud. Meski dengan segala banyak kekurangannya, namun Ari bersyukur dapat hidup di kota ini. Banyak pelajaran yang dapat ia ambil. Tentunya itu akan membuat Ari berpikir lebih dewasa lagi.

Sekali lagi Ari menghela nafas. Ia lega. Semuanya sudah berlalu. Ari mengikhlaskan semua hal yang terjadi di Artapuri. Kemarin adalah kemarin. Hari ini adalah pijakan yang menentukan mau dibawa kemana masa depan kita.

Laju kereta kian cepat. Ia melewati perbatasan kota Artapuri. Di sisi kiri, Ari melihat papan penanda jalan.

Anda keluar dari wilayah Artapuri.

Selamat Jalan.

Senyum Ari mengembang. Bersamaan dengan itu, suara musik terdengar melalui speaker kereta. Sebuah lagu dimainkan. Iramanya membuat hati Ari semakin tenang.

"Ku menempuh sedalam lautan

Ku mencari arti kehidupan

Mendaki gunung kekecewaan

Melelahkan

Kau menjelma seperti khayalan

Kau impian dalam kenyataan

Perjalanan yang penuh likunya

Kini telah tiba di sisimu selamanya

Engkau bukan yang pertama

Tapi pasti yang terakhir

Di cintamu kutemui arti hidupku"

--- TAMAT ---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun