Sungguh representatif lagu "Satu" yang dicipta Ahmad Dhani (Dewa 19, vokal: Once, 2004): Aku ini adalah diriMu/ Cinta ini adalah cintaMu ... Dengan tanganMu aku menyentuh/ Dengan kakiMu aku berjalan ... Di setiap hembusan nafasku/ Kusebut namaMu, kusebut namaMu.
Hm, Â jika Dhani itu pencinta sejati--tetapi dia masih hidup alias masih berproses; juga Lennon dan terutama Freddie yang mencipta "Jealousy": ...How how how all my jealousy/ I wasn't man enough to let you hurt my pride/ Now I'm only left with my own jealousy ...
Inilah yang gawat, 'orang hebat' sekelas Freddie Mercury pun tak berdaya oleh cinta (konon: cintanya disia-siakan Mary Austin?); dan tragis, di akhir hidupnya terkena HIV/AIDS karena gaya hidupnya yang gay, bahkan ada indikasi seorang biseks.
Jelas, Lennon, Fredie, dan Dhani ialah pemimpin di grup bandnya. Jelas, mereka lebih hebat daripada anggota grup bandnya. Tetapi apakah mereka orang hebat di kehidupan nyata atau sekadar pemimpi hebat? Indikator 'hebat', bagi mereka, adalah satu lirik lagu mereka identik dengan kehidupan nyata mereka; dan tentu misi lagu mereka tidak 'menjerumuskan' penggemar (soal 'orang hebat', lihat: http://www.kompasiana.com/aluzar_azhar/orang-hebat_58320f12e7afbd86212194e2).
Hikmah yang bisa kita ambil dari ketiga lagu di atas, bertepatan dengan Hari Ibu (22 Desember, yang menurutku tak mengenal tanggal/hari), adalah cinta karena Tuhan. Mari kita renungkan dan antisipasi bersama: Mengapa tren perceraian, LGBT, dan fenomena bercinta dengan Robot meningkat? Pertanyaan 'mengapa' tentu sebuah kata tanya menelisik 'sebab'. Silakan Pembaca yang budiman melanjutkan dengan jawaban yang aplikatif. Terima kasih.
Sebait puisi dariku,
cintai lelaki, dia kan jadi pemimpin
cintai perempuan, ia kan jadi teman sejati
saling cintalah, kalian kan jadi tim yang hebat
Wa Allaah a'lam.
Ujungberung, 23 Desember 2017, 20.31.