Mohon tunggu...
puspalmira
puspalmira Mohon Tunggu... Freelancer - A wild mathematician

Invisible and invincible IG: almirassanti

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mutar-mutar Seharian di Phnom Penh, Siapa Takut? (Part 1)

9 Agustus 2019   23:36 Diperbarui: 15 Agustus 2019   13:58 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggembala burung dara di halaman Royal Palace. dokpri

Mengingat bentuk negara Kamboja yang berupa kerajaan, saya merasa Royal Palace adalah kunjungan wajib. Istana besar ini pastilah menjadi ikon dan rumah utama di ibukota. Namun adik saya berkata lain.

"Ndak usah dah. Mahal. Uangnya buat kuliner aja." sampai sekarang saya masih menerka-nerka, dia berkata seperti itu karena memang tidak berminat atau sekadar kasihan sama mbaknya, takut uangnya habis. Hehe.

Saya langsung setuju. Iyawes, lumayan  10 dolar dikali 2 habis banyak juga. Tapi mikir lagi, terus mau ngapain di Phnom Penh seharian ini??

Saya bukanlah saya yang bisa berhenti di tengah jalan. Nyanyian "Just keep walking... just keep walking..." ala Dory di fabel Finding Nemo mampu menyalakan insting mbolang dalam kaki, eh, dalam diri saya.

Tak ada apapun yang bisa diintip dari luar pagar Museum Nasional Kamboja. Saya lebih banyak mengeksplorasi halaman luarnya. Lapangan rumputnya yang cukup luas menjadi habitat ratusan burung dara. Penjaja jagung kering dan tukang foto banyak berkeliaran di antara pasukan burung yang tak sedikitpun terganggu dengan aktivitas manusia.

Di seberang taman istana, kita bisa duduk santai di sepanjang pinggiran Sungai Mekong yang meliuk melintasi 6 negara. Kuil-kuil kecil (mungkin setara dengan musholla) berjajar di beberapa titik.

Saat saya menghabiskan waktu di pinggir sungai ini, banyak pemeluk Buddha yang singgah dan melakukan ritual agamanya. Beberapa di antaranya mencuci muka dengan air rendaman bunga lotus dan melemparkan lotus-lotus ke dalam sungai.

Di samping sungai, para burung dara masih bertebaran. dokpri
Di samping sungai, para burung dara masih bertebaran. dokpri
Awas diteleki ya Mas!. dokpri
Awas diteleki ya Mas!. dokpri
Mari-mari... lumpianya mari dicicipi... dokpri
Mari-mari... lumpianya mari dicicipi... dokpri
Tak lama kemudian, hujan lebat singgah sebentar membasahi daratan. Saya terpesona dengan tarian ratusan burung dara yang berputar anggun melindungi diri dari kucuran air langit. Hampir semua orang berkumpul di bawah naungan atap pendopo yang terletak di pinggir sungai di antara kuil-kuil kecil tadi.

Sembari menunggu hujan reda, saya mencicipi camilan lokal yang dijajakan di sana. Mirip lumpia dan bakwan, tapi cita rasanya tidak sekuat lumpia di Indonesia.

Di sana saya juga berkenalan dengan 3 pelancong asal Indonesia. Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang, bro! Tonggo dewe. Pada kisahnya nanti, meski sudah pindah ke kota lain sejauh lebih dari 300 km dari Phnom Penh, saya masih ditakdirkan untuk bertemu dengan adik-adik ini...

Tak lama hujan pun reda. Saya lanjut menelusuri pinggiran Sungai Mekong. Sesekali gerimis datang membuat saya panik. Dua hari ini saya tidak menginap di hotel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun