Mohon tunggu...
Alit Amarta Adi
Alit Amarta Adi Mohon Tunggu... -

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM). Sedang menempuh studi di Magister Ilmu Hukum UGM konsentrasi hukum kenegaraan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hamengku Buwono X Gubernur Seumur Hidup? Why Not?

2 Desember 2010   08:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:06 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12912794781279653437

[caption id="attachment_78162" align="alignnone" width="300" caption="sby, susilo, bambang, yudhoyono, presiden, sri, sultan, hamengku, buwono, x, yogya"][/caption] Ribut- ribut tentang keistimewaan Yogyakarta dan tentang sistem pemilihan kepala daerah (gubernur) propinsi D.I.Y semakin menghangat. Pokok permasalahan nya adalah: bolehkah Sri Sultan Hamengku Buwono X menjabat sebagai Gubernur D.IY tanpa melalui sistem pemilihan kepala daerah secara langsung? Tinjauan Hukum/ Yuridis: Ditinjau dari hukum dasar negara (konstitusi) yaitu Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia (sampai dengan amandemen IV) ; Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa "Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis". Jadi UUD 1945 sama sekali TIDAK mewajibkan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung. Pasal 24 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah berbunyi: "Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan". Jadi Undang- Undang Pemerintahan Daerah mewajibkan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota secara langsung. Dengan kontradiksi tersebut maka timbul pertanyaan: Undang- Undang yang mana yang dipakai? Berdasarkan asas "lex superiori derogat legi inferiori"  (hukum atau undang- undang yang lebih tinggi tingkatannya mengalahkan/ mengesampingkan hukum/ undang- undng yang lebih rendah) maka dapat disimpulkan bahwa Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yag harus dipakai sebagai pedoman. Sri Sultan Hamengku Buwono X dapat meminta pengujian materi Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi untuk lebih memperkuat kepastian hukumnya. Ditinjau dari sejarah pengaturan hukumnya, berdasarkan Pasal 12 ayat (5) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Pokok Pemerintahan Daerah (sekarang sudah tidak berlaku lagi) dapat diketahui bahwa: "Kepala Daerah istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa didaerah itu dizaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetian dan dengan mengingat adat istiadat didaerah itu". Tinjauan Sosiologis Asas "Vox populi vox Dei" (suara rakyat adalah suara TUHAN) menyatakan bahwa kehendak rakyat adalah hukum yang tertinggi. Secara umum, masyarakat Yogyakarta masih menghendaki Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur D.I.Y. Belum ada survey resmi yang memperkuat statement tersebut namun apabila pemerintah pusat cukup berani menyelenggarakan referendum (dengan pokok pertanyaan: apakah posisi Gubernur D.I.Y harus dipegang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X) maka kemungkinan besar hasilnya adalah "YA. Sri Sultan Hamengku Buwono X harus memegang posisi Gubernur D.I.Y". Tinjauan Historis Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan dukungan kepada Soekarno. Dukungan tersebut diikuti maklumat 5 September dan 30 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan daerah istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia yang dipimpin Soekarno. Soekarno sebagai Presiden R.I mengeluarkan Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945. Hal- hal tersebut merupakan dasar dari keistimewaan Yogyakarta secara historis. Selain hal- hal tersebut, penting untuk diingat bahwa Yogyakarta pernah menerima 'pelarian politik' yang terdiri dari pejabat pemerintah pusat (termasuk Presiden Soekarno) ketika terjadi agresi militer oleh Belanda dan sempat menjadi ibukota sementara pemerintah Negara Republik Indonesia. Tinjauan Ekonomi Tidak seperti Aceh atau Papua, D.I.Y tidak mempunyai sumber kekayaan alam yang melimpah. Tidak ada minyak bumi, gas alam, emas, berlian, uranium dan lain- lain. Intinya tidak ada "tambang uang" besar yang layak diperebutkan. Tinjauan Politik Dengan hutang- hutang masa lalu yang begitu besar, bagaimana pemerintah pusat akan membayarnya? dengan memaksakan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung? (dengan dalih demokrasi formal? kepastian hukum? tertib hukum tata negara?). Apakah pemilihan kepala daerah yang demokratis harus dengan cara pemilihan secara langsung? apakah pemilihan kepala daerah yang tidak menggunakan cara pemilihan langsung adalah tidak demokratis? tetapi kita juga tidak bisa mengesampingkan pendapat Lord Acton bahwa; "power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely" (kekuasan cenderung disalah gunakan dan kekuasaan yang terlalu besar pasti akan sepenuhnya disalah gunakan). Juga pendapat James Madison bahwa; “if men were angels, no government would be necessary” (jika manusia adalah malaikat maka tidak perlu ada pemerintah/ pengatur). dan bukankah Sri Sultan Hamengku Buwono X adalah manusia biasa yang juga tidak luput dari kesalahan (atau potensi berbuat kesalahan)? Jadi bagaimana sebaiknya? Rekomendasi Pribadi (Tidak Mewakili pendapat Universitas atau Fakultas) Sebaiknya diselenggarakan referendum untuk masyarakat D.I.Y: apakah menghendaki Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur D.IY seumur hidup?. Dalam hal Sri Sultan tidak mampu menjalankan jabatan karena sakit atau hal lain maka jabatan Gubernur dapat dilaksanakan oleh Wakil Gubernur D.I.Y. Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono X mangkat atau meninggal dunia maka diadakan referendum untuk memilih Gubernur D.I.Y yang baru. Kalau begitu berarti ada monarki didalam republik? ada keraton/ 'negara' didalam negara?. secara politik mungkin "YA" tetapi tidak akan melepaskan diri dari NKRI karena secara ekonomi tidak punya sumber dana yang melimpah untuk berdiri sebagai negara yang terpisah dari NKRI. Secara historis pun dia akan mengingkari niatan dan tindakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam Maklumat 1945. Akhirnya, lebih dari semuanya itu, secara konstitusional tidak ada keharusan bahwa pemilihan Gubernur D.I.Y harus melalui pemilihan secara langsung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun