Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs Bustanul Faizin Desa Blimbing Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fikih pada kelas 9 semester 1 dan 2 memiliki peranan penting dalam membentuk karakter Islami peserta didik. Materi yang diajarkan, mulai dari zakat, haji, dan umrah pada semester 1 hingga materi jual beli, khutbah, tablig, dan dakwah pada semester 2, tidak hanya menjadi bagian dari penguatan pengetahuan agama, tetapi juga berkontribusi dalam pengembangan nilai-nilai moral dan sosial siswa. Dalam konteks pendidikan karakter, materi fikih tersebut mampu menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, kerja sama, serta kemampuan komunikasi yang baik dalam menyampaikan ajaran agama. Hal ini terlihat dari bagaimana siswa mulai mampu mengaitkan materi fikih dengan realitas kehidupan sehari-hari, meskipun proses internalisasi nilai-nilai tersebut tidak serta-merta terjadi dengan cepat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang memungkinkan peneliti memahami secara mendalam dinamika pembelajaran fikih di kelas, termasuk bagaimana guru menyampaikan materi, bagaimana siswa merespon pelajaran, serta bagaimana proses pembentukan karakter itu berlangsung. Melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, diperoleh data yang kaya akan makna dan nuansa kontekstual, yang menggambarkan situasi nyata di madrasah. Guru fikih di MTs Bustanul Faizin pada dasarnya telah mengupayakan pembelajaran yang aktif dan kontekstual, dengan mengaitkan materi dengan pengalaman nyata siswa, serta memberikan ruang bagi siswa untuk berdiskusi dan mempraktikkan sebagian dari pelajaran fikih yang mereka pelajari. Walau demikian, keterbatasan waktu, media pembelajaran, dan latar belakang siswa yang beragam menjadi tantangan tersendiri dalam proses pembelajaran.
Dari segi hasil pembelajaran, siswa menunjukkan pemahaman yang lebih baik terhadap materi fikih yang relevan dengan kehidupan mereka, seperti zakat fitrah dan jual beli di pasar. Sementara materi yang lebih konseptual seperti nisab zakat mal atau rukun khutbah memerlukan pendekatan yang lebih kreatif dari guru agar mudah dipahami. Praktik sederhana seperti menyusun teks dakwah, latihan khutbah, dan simulasi jual beli telah memberikan dampak positif pada siswa dalam hal keberanian berbicara, berpikir kritis, dan menunjukkan nilai-nilai Islami dalam perilaku. Ini menandakan bahwa pembelajaran fikih, jika dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, mampu menjangkau dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
Dengan demikian, pembelajaran fikih di MTs Bustanul Faizin telah berkontribusi secara signifikan dalam pembentukan karakter Islami siswa, meskipun masih memerlukan penguatan dalam hal metode, media, dan dukungan lingkungan. Peran guru sebagai fasilitator nilai sangat penting dalam mengarahkan siswa agar tidak hanya memahami fikih sebagai ilmu, tetapi juga menghidupkannya dalam sikap dan tindakan sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pendidikan untuk terus mengembangkan pembelajaran fikih yang kontekstual, aplikatif, dan menyentuh kehidupan nyata siswa, agar pendidikan agama benar-benar menjadi pondasi dalam mencetak generasi muslim yang berilmu, berakhlak, dan siap berkontribusi bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. (2009). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Majid, A. (2014). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhaimin, dkk. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nata, A. (2010). Pendidikan Islam dan Tantangan Modernitas. Jakarta: Kencana.
Rohmah, N. (2020). Pembelajaran Fikih dalam Membentuk Karakter Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 7(2), 123–134.