“Ya sudah, coba sebutkan apa?” tanya Kang Guru.
“Ya tadi, serakah, itu sifatnya manusia!” kata Jang Krik.
“Kata siapa? Serakah itu sifatnya hewan. Lihat saja monyet, di tangannya masih pegang buah, masih merebut buah yang dipegang temannya. Nah, manusia itu cuma niru monyet…” kata Kang Guru.
“Ya sudah, kalau gitu, bijaksana. Itu kan sifatnya manusia. Mana ada hewan yang bijaksana?” tanya Jang Krik lagi.
“Kata siapa?” tanya Kang Guru. “Hewan itu lebih bijaksana. Coba kalau ada bahaya, misalnya gunung mau meletus. Hewan pada turun gunung kan? Lha manusia? Malah pada mendaki, foto-foto, selfie.”
“Pintar!” Bu Aya ikut nyumbang ide. “Manusia tonji yang pintar, hewan tidak ji! …”
“Kata siapa? Itu, banyak teknologi manusia yang niru-niru teknologinya hewan, sementara hewan nggak ada yang niru teknologinya manusia!” kata Kang Guru.
“Onde mande, susah nian. Sifat yang paling manusia itu ya suka bergosip!” Bu Anteng nyeletuk.
“Kata siapa? Hyena itu suka ngomongin hyena lain lho, makanya mereka hidup geng-gengan…” jawab Kang Guru.
Opa Sum yang tadinya diam mulai jengkel dengan perdebatan itu. “Wei sudah-sudah. Pusing kepala Beta. Kenapa pada ribut ngomongin bedanya manusia deng hewan. Di dunia ini, hanya ada dua jenis makhluk hidup, hewan dan tumbuhan. Manusia itu juga hewan. Bedanya mereka sok gengsi, seng ada yang mau mangaku!”
“Haiya, bener itu…” kata Ko Ala, “Terusin dongengnya Kang Guru…”