Dulu aku mencintainya. Bangga sekali membawanya ke rumah, mengenalkan kepada kedua orang tua ku, berkumpul dengan teman-teman ku. Lalu mereka memuji aku yang bisa menaklukkan wanita secantik Bella.
"Roy temani aku ke rumah Sinta. Dia baru saja melahirkan dan aku berjanji akan ke rumahnya sepulang kerja hari ini. Nanti kita mampir dulu membeli kado," bibirnya yang seksi dibalut lipstik merah terang, melontarkan kalimat tanpa melihat persetujuanku.
Bella memang begini. Selalu yakin bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dengan kecantikannya dan wajahnya seperti bayi serta bola matanya itu, Bella mampu menaklukkan siapapun. Dulu aku tak pernah bisa menolak permintaan nya. Tapi kali ini berbeda.
"Maaf Bel, aku nggak bisa. Titip salam ku untuk Sinta," Aku tersenyum kaku.
Bella mengernyitkan alis. Dia menatapku serius. "Kamu kenapa si, sekarang kayaknya beda banget."
Aku hanya tersenyum, sekilas aku melihat Hanum yang masih serius dengan laptopnya. Bella menoleh, mengikuti arah pandanganku.
"Kamu liatin siapa Roy."
Bella melihat sekeliling, tak ada sosok yang menurutnya mampu menarik perhatianku.
"Nggak ada."
"Kamu sekarang kenapa suka sekali ke coffee shop ini. Memang ini yang terdekat dari kantor, tapi biasanya kamu lebih suka nongkrong di belakang kantor. Lebih cozy."
"Sudah bosan di sana, aku ingin mencoba di sini."
Bella menarik nafas panjang. Ditatapnya mataku. Lalu dia mulai mengubah mimik wajahnya dengan santai. Sebagai seorang manager Publick Relations di kantor, dia memang pintar, pintar pula mengatur emosinya.
Lalu Bella menggengam kedua tanganku. Dulu aku senang jika dia sudah melakukan itu. Dan biasanya aku mengusap jari-jari lentiknya dan kukunya yang indah dilapisi kutek.