Pertemuan Puncak Para Pemimpin: Lomba Pamer Membaca Buku ala G20 (Versi Perpustakaan vs. Feed Instagram)
Menepilah ke sudut teras, atau menjauhlah dari sudut hati mantan. Kontemplasikan ini:Â Di sebuah resor mewah di Bali, para mantan dan petahana pemimpin dunia berkumpul diam-diam, di sebuah acara rahasia yang diberi nama "Global Leaders' Book Club & Bragging Rights Summit", diselenggarakan oleh UNESCO dan seorang pustakawan legendaris, Pak Sastro. Konon, Pak Sastro ini pernah pinjam buku ke Bung Hatta tahun 1952 dan sampai sekarang belum dikembalikan. Jadi, acara ini bener-bener istimewa dan penuh makna.
Acara dimulai dengan camilan: kue kering berbentuk huruf "P" (buat Pikiran), teh herbal, dan larangan keras membuka ponsel selama 90 menit karena di sini, yang penting adalah ngobrol dan pamer buku, bukan pamer selfie.
Pak Sastro, dengan suara tegas namun santai, mengetuk meja kayu jati:
"Saudara-saudara pemimpin dunia, hari ini kita nggak bahas perang, utang, atau jet pribadi tercepat. Kita cuma mau pamer buku yang benar-benar dibaca, karya yang lahir dari renungan, bukan dari ghostwriter. Ingat, buku yang cuma jadi properti foto sama dengan (=) bantal berjaket kulit."
Lalu, muncul Bung Hatta lewat hologram, berjas rapi, memegang buku Adam Smith:
"Saya cuma punya dua rak buku. Tapi setiap halamannya saya baca, dan saya coret-coret pakai pensil. Saya tulis Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, bukan buat jualan, tapi supaya anak-anak kampung tahu: ilmu itu jalan keluar dari kemiskinan. Saya nggak punya mobil dinas, tapi punya 3.000 catatan pinggir di buku Marx. Itu kekayaan saya."
Tepuk tangan pun mengalun. Bahkan, ada menteri ekonomi yang diam-diam hapus foto dirinya di Instagram yang lagi pose sama Ferrari.
Kemudian, Nelson Mandela muncul dengan cahaya lilin dari sisa makan malam di tangannya, dan Julius Caesar jadi teman tidur di pikirannya:
"Saya baca Shakespeare di penjara, dengan cahaya lilin. Saya tulis Long Walk to Freedom bukan buat jadi bestseller, tapi supaya generasi muda tahu: kebebasan itu mahal, dan nggak ternilai. Anak saya bilang buku saya 'kuno', tapi dia tetap baca, setelah saya janjikan uang jajan."
Ada standing ovation dari para peserta. Bahkan, seorang diktator mengganti bio X-nya dari "Strong Leader" jadi "Still Reading...". Humor segitunya.
Lalu, Gandhi datang dari bawah pohon beringin, sambil salin surat Tolstoy dan menenun kain:
"Saya nggak punya perpustakaan, cuma baca di bawah pohon. Saya salin Tolstoy, tulis Hind Swaraj dalam 10 hari pakai kertas bekas surat penjara. Kalau mau, saya ajari cara membaca Das Kapital sambil menenun kain."
Seluruh peserta diam selama beberapa menit, lalu CEO tech menonaktifkan Kindle-nya dan mulai menenun kain. Nggak ada yang nyangka, kan?