Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Perpustakaan Gereja: Tempat Anak-Anak Belajar Mencintai Firman dan Jatuh Cinta pada Buku

17 September 2025   19:30 Diperbarui: 17 September 2025   18:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Perpustakaan Gereja: Tempat Anak-Anak Belajar Mencintai Firman dan Jatuh Cinta pada Buku

Ada sesuatu yang magis terjadi di sudut kecil gereja, tempat yang sering dilupakan, kadang sepi, tapi selalu hangat. Di sana, di antara rak-rak kayu yang sederhana, berjejer buku-buku yang tak sekadar berisi huruf, tapi juga doa, cerita, air mata, tawa, dan panggilan Tuhan yang lembut. Ini bukan ruang baca biasa. Ini perpustakaan gereja. Dan bagi anak-anak sekolah minggu, ini bisa jadi tempat pertama di mana mereka merasa: "Aku boleh diam. Aku boleh tenang. Aku boleh membaca tanpa takut salah."

Elia begitu namanya, bocah delapan tahun dengan rambut acak-acakan dan senyum yang selalu datang terlambat. Ia masuk ke perpustakaan itu bukan karena disuruh. Bukan karena ada tugas hafalan. Tapi karena minggu lalu, di halaman 47 Alkitab bergambarnya, ada Daud kecil yang berdiri gagah melawan Goliat, dan Elia ingin lihat lagi wajahnya. Ia duduk di karpet biru, menyandarkan punggung ke bantal berbentuk awan, lalu membuka buku itu perlahan, seperti membuka pintu rahasia. Di sebelahnya, Rachel sedang membaca renungan pendek dengan jari telunjuknya, menelusuri setiap kata seolah ia sedang berjalan di atas awan bersama malaikat. Tidak ada suara. Hanya desau halaman yang dibalik, dan detak jantung kecil yang mulai belajar: membaca itu indah.

Putra kedua saya yang saat ini kelas VI SD, bila ada kegiatan di gereja, tempat yang dikunjungi (sambil menunggu berjalannya acara) adalah perpustakaan. Dia meniru apa yang sering dilakukan kakaknya (sekarang kelas 12 SMK) dulu ketika istirahat sekolah, maka carilah dia di perpustakaan. Saat pulang ke rumah ada 2-3 buku yang dipinjamnya. Padahal di rumah, di rak-rak buku banyak buku bacaan anak baik yang rohani maupun yang umum.

Alkitab Pertama: Cinta yang Tak Terlupakan

Bagi banyak anak, Alkitab adalah buku pertama yang mereka cintai, bukan karena kewajiban, tapi karena di dalamnya, mereka menemukan petualangan, keajaiban, dan yang paling penting, Tuhan yang bicara langsung kepada mereka. Ada kisah nabi yang terbang dengan kereta berapi. Ada gadis kecil yang disembuhkan hanya dengan sentuhan jubah. Ada badai yang reda hanya karena satu kalimat: "Diam! Tenanglah!"

Secara psikologis, ini bukan sekadar membaca. Ini adalah pengalaman emosional yang membekas. Ketika seorang anak membuka Alkitab dan merasa damai, otaknya merekam: "Ini tempat aman. Ini kegiatan yang membuatku nyaman. Ini hubungan antara aku, buku, dan Tuhan." Dan perpustakaan gereja, jika dirawat dengan hati, bisa jadi tempat di mana rekaman itu diperkuat, diulang, dan akhirnya menjadi kebiasaan yang tak tergantikan.

"Di rumah aku sering dimarahin kalau salah baca. Tapi di sini, nggak. Di sini aku boleh baca pelan-pelan, lihat gambarnya lama-lama, bahkan ketawa sendiri kalau lucu."

Itu kata Elia. Dan di dalam kalimat sederhana itu, tersembunyi keajaiban pendidikan: rasa aman adalah pintu gerbang belajar.

Bukan Gudang Buku, Tapi Rumah Jiwa

Perpustakaan gereja bukan tempat untuk menyimpan koleksi tua yang berdebu. Ia bukan ruang steril yang penuh aturan "dilarang ini, dilarang itu". Ia harus jadi ruang hidup, tempat di mana anak-anak merasa: "Ini milikku. Aku boleh memilih. Aku boleh duduk di mana saja. Aku boleh membaca apa yang kusuka."

Dan ketika kebebasan itu diberikan (tanpa paksaan, tanpa target, tanpa ujian) sesuatu yang ajaib terjadi: anak-anak mulai datang dengan sukarela. Mereka datang lebih awal. Mereka bawa teman. Mereka mulai bertanya: "Ada nggak buku tentang malaikat?" "Aku mau baca kisah Musa waktu bayi!" "Boleh aku bawa pulang buku ini?"

Mereka tidak lagi datang karena disuruh, tapi karena rindu.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Ritual Kecil, Dampak Besar

Setiap Minggu pagi, setelah ibadah anak selesai, guru sekolah minggu bisa mengajak anak-anak ke perpustakaan. Bukan untuk belajar. Bukan untuk menghafal. Tapi untuk "waktu tenang bersama Firman." Lima belas menit saja. Mereka bebas memilih buku. Bebas duduk di lantai atau di kursi kecil. Bisa baca sendiri, bisa minta dibacakan. Tidak ada yang buru-buru. Tidak ada yang menilai.

Dan di dalam keheningan itu (di antara gambar Daud, Yesus, dan Debora) anak-anak belajar sesuatu yang tak bisa diajarkan lewat khotbah: bahwa Tuhan dekat. Bahwa Firman-Nya hidup. Bahwa membaca bisa jadi doa. Bahwa diam bisa jadi ibadah.

"Dulu aku cuma baca Alkitab kalau disuruh. Sekarang, aku suka banget ke perpustakaan gereja. Kadang aku bawa pulang buku, baca sama papa. Papa juga jadi ikut baca." (Samuel, 9 tahun)

Lihat? Bukan hanya anak yang berubah. Keluarga pun ikut tersentuh. Dan semua itu dimulai dari satu ruangan kecil, yang dipenuhi buku, dan dikelilingi kasih.

Untuk Pustakawan Gereja: Anda Penjaga Hati, Bukan Penjaga Buku

Anda mungkin tidak memakai jubah atau membawa mikrofon. Tapi Anda adalah salah satu pelayan yang paling penting di gereja ini. Karena Anda bukan sekadar merapikan rak atau mencatat peminjaman. Anda sedang menjaga hati-hati kecil yang sedang belajar mencintai Tuhan, lewat halaman demi halaman.

Tidak masalah kalau koleksinya belum lengkap. Tidak masalah kalau ruangannya kecil. Yang penting adalah: Senyum Anda tulus saat menyambut mereka. Waktu Anda cukup untuk mendengar cerita mereka. Hatimu cukup lapang untuk membiarkan mereka salah, lambat, atau hanya duduk diam.

Karena di balik setiap buku yang Anda pegang, ada jiwa yang sedang belajar: bahwa Tuhan ada dan Ia berbicara lewat halaman yang mereka buka dengan tangan kecil mereka.

Penutup: Biarkan Mereka Datang dengan Hati Terbuka

Jangan paksa mereka hafal. Jangan kejar target baca. Jangan ukur keberhasilan dengan berapa banyak ayat yang mereka ingat.

Biarkan mereka datang dengan rasa ingin tahu.
Biarkan mereka duduk dengan hati yang lembut.
Biarkan mereka membaca dengan damai, dengan senyum, dengan jiwa yang haus akan cerita, akan Tuhan, akan kasih.

Karena dari situlah, benih iman tumbuh perlahan, tanpa suara, tapi pasti.
Dari situlah, cinta pada Firman bersemi bukan karena takut, tapi karena rindu.
Dan dari situlah  (tanpa mereka sadari) mereka sedang belajar menjadi pembaca seumur hidup. Bukan hanya pembaca Alkitab, tapi pembaca dunia. Pembaca kehidupan. Pembaca hati Tuhan.

"Buku pertama yang menyentuh hati anak, akan membuka pintu bagi seribu buku lainnya termasuk buku kehidupan yang sesungguhnya."

Maka, teruslah menyalakan lampu di perpustakaan itu.
Teruslah menyambut mereka dengan hangat.
Teruslah percaya  bahwa di balik setiap halaman yang dibuka, ada jiwa kecil yang sedang bertumbuh, dalam kasih, dalam iman, dalam damai.

Karena perpustakaan gereja bukan sekadar ruangan.
Ia adalah pelukan dalam bentuk buku.
Tempat di mana Tuhan berbisik lewat tangan kecil yang membalik halaman.

Untuk para pelayan perpustakaan gereja:
Terima kasih. Karena di balik setiap buku yang Anda rapikan,
ada hati kecil yang sedang Anda persiapkan
untuk mencintai Firman, mencintai membaca,
dan mencintai Tuhan seumur hidup mereka.

Dipersembahkan oleh jiwa-jiwa yang percaya:
Literasi iman dimulai bukan dari kepala
tapi dari hati yang tenang,
dan buku yang tepat di tangan kecil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun