Ketika bumi menangis dengan banjir, itu adalah tangisan untuk kita semua. Ketika kaum miskin menangis karena kehilangan rumah dan mata pencaharian, itu adalah tangisan yang harus kita dengar.
Seperti dikatakan Paus Fransiskus: "Kita tidak boleh menyerah pada pikiran bahwa situasi dunia tidak dapat berubah. Harapan mengundang kita untuk mengenali bahwa selalu ada jalan keluar."
Mungkin kita tidak bisa menghentikan hujan, tapi kita bisa menghentikan kerusakan yang membuat hujan menjadi bencana. Mungkin kita tidak bisa mengembalikan semua hutan yang telah gundul, tapi kita bisa memastikan tidak ada lagi pohon yang ditebang secara ilegal.
Banjir di Bali dan Wolosambi Nagekeo (dan tempat lain di Indonesia) adalah alarm bahaya yang tidak boleh kita abaikan. Mereka adalah panggilan untuk kembali ke kesadaran bahwa "segala sesuatu saling terhubung". Krisis lingkungan tidak bisa dipisahkan dari krisis sosial. Selama kita terus mengeksploitasi alam demi keuntungan sesaat, kita tidak hanya merusak planet ini, tapi juga menghancurkan kehidupan sesama kita.
Mari kita dengar tangisan bumi dan tangisan kaum miskin. Bukan dengan air mata, tapi dengan tindakan nyata. Karena bumi yang kita huni bukan milik kita, ia adalah "rumah bersama" yang harus kita jaga untuk generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI