Dua Bencana, Satu Akar Masalah
Apa yang terjadi di Bali dan Nagekeo mungkin berbeda geografisnya, tapi punya akar masalah yang sama. Seperti dikatakan Paus Fransiskus dalam Laudato Si': "Tidak ada dua krisis terpisah; satu lingkungan dan satu sosial. Melainkan satu krisis kompleks yang bersifat sosial dan lingkungan."
Di Bali, kita melihat krisis lingkungan akibat alih fungsi lahan yang masif, diiringi krisis sosial di mana pedagang kecil dan warga miskin yang paling menderita. Di Nagekeo, kita melihat krisis infrastruktur yang tidak memadai, yang secara langsung memengaruhi kehidupan masyarakat miskin yang bergantung pada alam.
Keduanya adalah buah dari "budaya membuang" (throwaway culture) yang dikritik Paus Fransiskus, budaya yang tidak hanya membuang sampah, tapi juga membuang nilai-nilai kearifan lokal, membuang keberlanjutan, dan bahkan membuang manusia yang dianggap "tidak penting".
Pertobatan Ekologis: Bukan Hanya Soal Menanam Pohon
Laudato Si' tidak hanya mengkritik, tapi juga menawarkan solusi: "pertobatan ekologis". Ini bukan sekadar menanam pohon atau memilah sampah (meski itu penting), tapi perubahan mendasar dalam cara kita berpikir dan bertindak.
Pertobatan ekologis berarti: Pertama, Menghentikan mentalitas "tuan dan pemilik". Kita bukan tuan atas bumi, tapi penjaga. Seperti kata Paus Fransiskus, bumi adalah "saudari" kita, bukan sumber daya yang bisa dieksploitasi seenaknya.
Kedua, Membangun infrastruktur yang berbicara dengan alam. Di Bali, kita perlu menghentikan alih fungsi lahan dan merestorasi fungsi lahan resapan air. Di Nagekeo, kita perlu membangun infrastruktur yang memahami ritme alam, bukan memaksakan kehendak pada alam.
Ketiga, Menghargai kearifan lokal. Masyarakat Bali punya sistem subak yang telah terbukti menjaga keseimbangan air selama ratusan tahun. Masyarakat Nagekeo punya pengetahuan tentang tanah dan air yang perlu kita dengarkan.
Keempat, Menghentikan budaya instan. Kita terlalu terbiasa mencari solusi cepat tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Pertobatan ekologis mengajak kita untuk berpikir generasional: "Apa yang akan kita tinggalkan untuk anak cucu kita?"
"Rumah Bersama" yang Perlu Kita Jaga
Salah satu konsep paling indah dalam Laudato Si' adalah gagasan "rumah bersama" (our common home). Bumi ini bukan milik pemerintah, bukan milik pengembang, bukan milik siapa pun, ia adalah rumah kita bersama.