"Eh, ternyata kakek gue sama kakek lo dulu satu tim jalur ya?"
"Iya, dan katanya sama-sama suka jajan di warung yang sama."
"Pantes kita kayak saudara tiri beda selera."
Tawa pecah. Bahkan Pak Makmur ikut tertawa, lalu lupa kenapa tertawa.
Lalu diumumkan: JUARA BERSAMA. Alasannya? Karena beda waktu cuma setipis kulit tahu, dan panitia malas ngitung ulang.
Festival Viral, Ibu Kota Merana
Samantha menulis artikel viral berjudul:Â
"Pacu Jalur: Lebih Wangi dari Skandal Politik"
Wisatawan pun berdatangan. Kampung jadi ramai. Sinyal hilang. Harga es naik. Tapi semua bahagia.
Sementara di ibu kota, berita korupsi, sogok-menyogok, dan jabatan warisan masih jadi langganan TV. Tapi di tepi Sungai Kuantan, Pak Makmur mengelus jenggot sambil berkata:
"Kita ini punya warisan sejati, bukan warisan jabatan. Pacu Jalur itu parfum rakyat, wanginya sampai ke hati."
Dayung dan Daya Humor
Pacu Jalur tak sekadar lomba dayung. Ia adalah lomba siapa paling tahan gengsi, paling bisa tertawa meski kalah, dan siapa yang tetap kompak walau sandal hilang.
Seperti kata Pak Makmur, "Kalau mau jadi pemenang sejati, ya jangan saling jegal. Salip boleh, sabet dayung juga boleh... asal jangan saling curi gebetan!"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI