Namun, seperti yang ditegaskan oleh Paus Paulus VI, tindakan ini bukan sekadar pemenuhan hukum formal. Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus sebagai "misteri keselamatan," sebuah tindakan yang melampaui ritual dan menunjukkan keterlibatan mereka dalam rencana penebusan Allah.
Dalam peristiwa ini, nabi Simeon mengungkapkan bahwa Yesus akan menjadi "tanda yang menimbulkan pertentangan" dan bahwa "pedang akan menembus jiwa" Maria (Lukas 2:34-35). Nubuat ini menandakan bahwa persembahan Maria tidak akan bebas dari penderitaan.
Sebagai Virgen Oferente, Maria tidak hanya mempersembahkan Putranya, tetapi juga menerima panggilan untuk berpartisipasi dalam penderitaan-Nya. Penderitaan ini bukanlah hukuman, melainkan bagian dari misteri penebusan, di mana Maria, dengan hati yang penuh kasih, bersatu dengan kurban Putranya.
Dalam refleksi ini, Maria Oferente menjadi simbol Gereja yang dipanggil untuk mempersembahkan diri dalam kasih dan penderitaan demi keselamatan dunia.
Maria di Kaki Salib: Puncak Persembahan
Puncak peran Maria sebagai Virgen Oferente terjadi di kaki salib (Yohanes 19:25-27). Di sana, Maria berdiri dengan tabah, menyaksikan penderitaan dan kematian Putranya. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Maria, dengan "hati keibuan," bersatu dengan kurban Yesus, bahkan mempersembahkan-Nya kepada Bapa sebagai korban penebusan.
Dalam momen ini, Maria bukan hanya ibu yang berduka, tetapi juga pendamping rohani yang berpartisipasi dalam kurban ilahi. Ia menjadi Virgen Oferente dalam dua cara: sebagai ibu yang mempersembahkan Putranya dan sebagai korban yang mempersembahkan dirinya sendiri bersama Yesus.
Yesus, dari salib, mempercayakan Maria kepada murid yang dikasihi dan murid itu kepada Maria, dengan berkata, "Inilah ibumu" (Yohanes 19:27). Tindakan ini memperluas peran Maria dari ibu Yesus menjadi Bunda Gereja. Seperti yang dijelaskan dalam Vatican News, Maria menerima "suplemen keibuan" yang menjadikannya ibu dari semua orang yang ditebus oleh Yesus.
Sebagai Virgen Oferente, Maria tidak hanya mempersembahkan Yesus, tetapi juga mempersembahkan kasih keibuannya kepada umat manusia, menjadikannya teladan bagi Gereja dalam melayani dan berkurban demi orang lain.
Implikasi bagi Kehidupan Rohani Umat Kristen
Peran Maria sebagai Virgen Oferente memiliki implikasi mendalam bagi kehidupan rohani umat Kristen. Pertama, Maria mengajarkan bahwa persembahan sejati kepada Allah memerlukan ketaatan dan pengorbanan. Seperti Maria, umat beriman dipanggil untuk mengatakan "fiat" kepada kehendak Allah, bahkan ketika itu berarti menghadapi penderitaan atau ketidakpastian.
Kedua, Maria menunjukkan bahwa persembahan tidak selalu berupa tindakan besar, tetapi juga dapat diwujudkan dalam kesetiaan sehari-hari, seperti doa, pelayanan, dan kasih kepada sesama.
Dalam konteks liturgi, Maria Oferente menginspirasi umat Kristen untuk berpartisipasi secara penuh dalam Ekaristi, di mana kurban Yesus dihadirkan kembali. Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa umat beriman harus meneladani Maria dengan menjadikan hidup mereka "ibadah kepada Allah" melalui partisipasi dalam Misa.