BALADA YUDAS DAN PETRUS
(Sebuah Renungan Menyambut Pekan Suci)
Â
Sang Pengkhianat
Di bawah bayang zaitun yang kelam,
Yudas berjalan, hatinya geram.
Tiga puluh keping perak berdentang,
Mengganti kasih dengan derita panjang.
"Salam, Guru," bisiknya palsu,
Ciuman yang mengunci nasib-Mu.
Langit menangis, angin pun berhenti,
Yudas tersedu di ujung sepi.
Darah-Nya menitik di debu jalanan,
Tapi hatinya keras bagai batu karang.
Ia lari dari cahaya yang memanggil,
Menggantung diri pada maut yang gelap dan pilu.
Sang Penyangkal
Petrus duduk dekat api yang merah,
Menggigil ketakutan, tersiksa rasa.
"Aku tak kenal Dia!" tiga kali terucap,
Ayam berkokok, hancurlah ia tertunduk.
Tangisnya pecah seperti hujan dini,
Namun fajar masih jauh di ujung hari.
Dia yang gagah kini remuk redam,
Tersembunyi di balik pintu yang terkunci rapat.
Di saat ia hampir tenggelam dalam duka,
Suara yang lembut membelah gulita:
"Gembalakanlah domba-domba-Ku..."
Dan air mata pun menjadi minyak pengampunan.
Â
Dua Dosa, Satu Kasih
Yudas menggantung di pohon yang pendek,
Petrus berlutut di danau yang biru.
Yang satu hilang dalam gelap gulita,
Yang satu pulang di pangkuan Bapa.
Oh, betapa beda akhir kisah mereka:
Yang memilih putus asa,
Yang memilih percaya:
Pada darah yang dicurah dari Kalvari.