Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Santriwati Korban Pencabulan, Ponpes, dan Penegakan Hukum

8 Juli 2022   07:19 Diperbarui: 8 Juli 2022   07:22 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisah tentang pelecehan dan pencabulan terhadap santriwati seakan tak ada habisnya. Satu persatu kasus terkuak. Bukan di satu kota saja. Ada di Banyuwangi dan ada di Jombang. Kita tidak tahu dimana lagi terjadi, namun tidak kita ketahui.

Santriwati masuk ke Pondok pesantren adalah untuk belajar. Belajar ilmu agama dan tentu saja juga menyangkut akhlak berdasarkan agama. Agama tentu saja megajarkan kebaikan dan menjadi bekal kehidupan.

Pondok pesantren atau Ponpes adalah sebuah kawasan yang dimiliki dan diasuh oleh pemiliknya yang biasanya adalah kiai berpengaruh dan menjadi tokoh di kawasan tersebut. Tidak semua kiai memiliki ponpes. Membuat Ponpes membutuhkan lahan, modal dan berbagai fasilitas lainnya.

Ponpes yang mewajibkan santri dan santriwatinya tinggal di asrama. Artinya belajar dan hidupnya ada di Ponpes tersebut. Akibatnya, Ponpes menjadi kawasan tertutup dan tidak bisa semua orang masuk ke dalam Ponpes. Akibat ketertutupan inilah mengakibatkan keadaan di dalam Ponpes tak dapat diketahui umum.

Kiai pemilik dan pengasuh biasanya memiliki wibawa, pengaruh dan kharisma tersendiri. Ini bukan saja berpengaruh kepada santri dan santriwatinya, namun juga kepada masyarakat sekitar, terkadang ke tingkat daerah, bahkan tingkat nasional. Kiai sepuh menjadi tokoh yang terkenal.

Dalam hajatan Pilkada atau Pemilu, kiai sepuh dan terkenal menjadi  orang yang dikejar dan bahkan didekati oleh calon kepala daerah maupun caleg. Pengaruh kiai sepuh dimanfaatkan untuk menuju kemenangan para calon tersebut. Itulah sebabnya para kiai sepuh ini memiliki relasi dengan tokoh nasional seperti anggota DPR dan  para menteri.

Relasi dengan berbagai tokoh baik daerah maupun nasional membuat posisi dan pengaruh kiai sepuh menjadi terhormat dan banyak pejabat daerah enggan bertindak semberono, karena menduga relasi kiai kepada tokoh yang berpengaruh baik di daerah maupun di pusat.

Uraian diatas bisa menjadi dasar pemahaman kita untuk bisa melihat kegagalan penegak hukm untuk melaksanakan tugas penegakan hukum kepada orang yang terkait dengan kiai sepuh.

Bisakah kita bayangkan, seorang anak kiai sepuh di Jombang yang diduga melakukan pencabulan terhadap santriwatinya tidak bisa ditangkap sekian lama? Kasus sudah dilaporkan sejak Oktober 2019 di Polres Jombang. Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut pada bulan Januari 2020. Sudah tiga Kapolda yang menagani, masih belum berhasil.

Perjalanan proses penegakan hukumnya sangat mengemaskan dan merisaukan. Penelusuran bukti yang sulit, penghalangan dari ayah pelaku, sang kiai sepuh membuat polisi seakan tak berdaya. Polisi menyergap di jalan, kemudian pelaku lolos dan masuk ke wilayah Ponpes. Polisi masuk Ponpes dihalangi massa. Kiai sepuh menyuruh polisi pulang. Tanpa hasil.

Polisi memanggil secara layak, namun tidak digubris. Akhirnya ditetapkan sebagai orang yang hilang dan masuk dalam Daftar pencarian Orang (DPO). Upaya persuasif dan pencegatan juga tidak berjalan. Ada apa, mungkin itulah pertanyaan kita? Adakah yang membocorkannya sebelumnya?

Dalam siaran TV yang kita lihat sang kiai sepuh menyuruh Kapolres pulang dan Kapolresnya tak berdaya. Massa disekitar terus menerus menghalangi.

Polisi datang lagi tanggal 7-7-22. Sejak pukl 07.30 pagi sampai malam hari tak berhasil menagkap pelaku pencabulan tersebut.  Ayahnya pelaku, sang kiai sepuh mengatakan akan menyerahkan anaknya kepada Kapolres Jombang.

Sang Kapolres seakan tak percaya.

   "Bapak akan menyerahkan Bechi," Tanya Sang Kapolres

   "Ya," jawab Sang kiai

   "Kapan, hari ini?" kejar Sang Kapolres

   "Ya," jawab sang kiai

   "Ke Polda Jatim?"

   "Ya, ya." jawab sang kiai.

Dan memang benar, Sang kiai mengantarkan anaknya ke Polda Jatim. Berakhirlah sudah drama penangkapan yang gagal dan terjadi penyerahan sang pelaku pencabulan terhadap santriwati ke Polda Jatim.

Terbetiklah berita bahwa izin Ponpes di Jombang tersebut telah dibekukan oleh Kementerian Agama. pembekuan izin  ini berdasarkan rekomendasi dari Bareskrim Polri. Apakah Bareskrim Polri marah dan emosi karena polisi dipermalukan dan seakan tak berdaya menghadapi sang kiai pimpinan Ponpes tersebut? Bisa jadi.

Siapa atau lembaga mana yang mau dipermalukan seperti itu. Polri seakan tak berdaya memasuki wilayah Ponpes. Ponpes seakan berada dalam satu kawasan yang tidak bisa dimasuli. Pelaku, anak dari sang kiai sepuh sekan menjadi Mr Untouchable, tidak bisa disentuh dan kebal hukum. Polri malu dan jatuh wibawanya sebagai penegak hukum.

Polri mengerahkan ratusan personil dan biaya yang besar hanya untuk menagkap seorang anak kiai sepuh. Gagal lagi. Sakitnya tak seberapa, namun malunya? Masuk berita TV. Beberapa stasiun TV bahwan membuat ini menjadi breaking news. Wow, spektakuler benar.

Akhirnya, drama penangkapan berakhir gagal. Sang kiai menepati janjinya untuk mengantarkan anaknya ke Polda Jati. Pelaku pencabulan sudah diamankan. Hari akan segera diserahkan ke Kajati Jatim. Proses hukum akan berlanjut.

Apakah dugaan pencabulan ini akan bisa dibuktikan di pengadilan? Apakah ini fitnah dari korban? Apakah benar ini masalah keluarga? Apakah ada hubungan keluarga antara pelaku dengan korban? Atau ini hubungan pesantren dengan santriwatinya? Semuanya ini akan diuji dalam sidang pengadilan terbuka.

Apakah sang kiai akan mengerahkan massa nantinya ketika sidang berjalan? Bagaimana nasib orang yang menghalangi penangkapan yang telah diamankan polisi kemarin? Apakah merka juga akan diproses sesuai pasal 221 KUHP menghalangi penegakan hukum?

Teramat banyak pertanyaan yang bisa kita ajukan. Namun kini, pelaku sudah ditahan oleh Polda Jatim. Harapan kita, segera proses hukum dilanjutkan. Tantangan penegakan hukum kepada Polri tidak ringan. Masalah dan hambatan satu persatu dilalui.

Harapan kita Polisi sebagai penyelidik dan penyidik sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP harus terus bertindak. Harus sesuai prosedur hukum, jangan sewenang-wenang, jangan melanggar HAM, terus maju dan lurus serta presisi. Baru saja 6 hari berulang tahun, pesan presiden jelas.  Bekerjalah terus dengan baik.

Tantangan, ancaman dan hambatan penegakan hukum boleh terus ada dan bagaikan gelombang air laut. Harapan kita Polri sebagai penegak hukum tidak akan pernah kalah dan  menyerah. Semua itu harus dihadapi dan ditaklukkan.

Polisi adalah penegak hukum yang mewakili negara. Negara harus hadir dalam penegakan hukum. Negara tidak boleh kalah. Siapapun yang dihadapi tidak boleh gentar. Mau anggota DPR, Menteri, Tokoh partai, Kiai sepuh, entah siapapun itu. Jangan hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Penegakan hukum harus menegakkan hukum dan mewujudkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Korban harus dilindungi. Penegakan hukum juga harus menimbulkan efek jera dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Penindakan terhadap Ponpes di Jombang diharapkan akan menimbulkan efek jera dan mempengaruhi Ponpes lain untuk tidak meniru perilaku  MSA tersebut. Pembekuan izin dari Kementerian Agama berdasarkan rekomendasi Bareskrim Polri menjadi sebuah peringatan.

Pondok pesantren adalah tempat belajar ilmu dan agama. Biarlah berfungsi dan berjalan sebagaimana mestinya. Jika ada Ponpes yang menyalahgunakan fungsinya haruslah ditindak. Jangan gegara satu Ponpes yang salah mengakibatkan semua Ponpes tidak dipercaya masayarakat.

Ponpes yang melakukan kesalahan layak dihukum sesuai hukum yang berlaku. Namun Ponpes yang baik dan melakukan fungsinya harus dilindungi dari penghakiman masyarakat. Satu kasus di Ponpes jangan digeneralisasi seakan semua Ponpes tidak baik. Generalisasi ini harus dicegah.

Bangsa ini membutuhkan Ponpes yang baik. Tempat belajar ilmu dan agama, namun seharusnya juga tempat perbuatan baik dan ahlak yang baik pula. Dan biarlah Ponpes menjadi tempat persemaian ilmu dan agama, sekaligus perbuatan baik sebagai contoh dan panutan bagi masyarakat dan bangsa ini.

Janganlah gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Jangan karena setitik noda di satu Ponpes merusak semua Ponpes. Tidak boleh terjadi. Ayo berlomba berbuat baik, jangan pernah berpikir mencabuli santriwati atau siswa yang percaya kepada kita. Wibawa Ponpes dan Kiai harus dijaga. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun