Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Kisah: Kopi dan Pekatnya Tinta Malam

4 November 2022   20:00 Diperbarui: 4 November 2022   20:20 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aktivitas nulis bersama hangatnya kopi.  Dokpri

Penulis akan selalu memulai cerita di ruang pena secara "sempurna" jika ada secangkir kopi. Tidak harus pekat. 

Dengan racikan sendiri dan peralatan kopi seadanya. Kopi filter yang penulis sajikan untuk diri sendiri dan beberapa orang di kontrakan itu. Selalu saja bisa kami nikmati. 

Lalu istimewanya, kopi itu selalu menciptakan ruang hangat. Baik bagi penulis yang akan bertutur melalu tintanya dengan pekat. Numun kopi juga terkadang jadi jembatan obrolan antar sesama baik pasangan atau pada sosok sahabat dan kawanan teman sekitar. 

Kali ini izinkan penulis membawakan penuturan tentang obrolan hanagat si kopi dan sang tinta malam. Sebuah imajinasi betapa kopi juga berjodoh dengan tinta malam yang saban hari selalu saja merangkai cerita. 

Suatu ketika kopi bertanya pada tinta malam itu. "Apa kau tak pernah lelah setiap hari kejamu hanya bertutur lewat dinding putih entah kertas atau layar putih kosong. Itu sangat membosankan bukan?" tutur kopi. 

Tinta mala itu menjawab, "Bagaimana aku akan bosan wahai kopi hitam yang nikmat. Hidup ini sudah sangat terasa bosan, setiap hari hanya meyaksikan kepalsuan, pura-pura, dan banyak lagi prahara muak dan memuakan untuk di saksikan. Jadi dengan aku bertutur di kertas atau layar putih kosong itu aku selalu jadi diri sendiri dan berimajinaisi seluas dan sejauh yang aku mau. Jangankan tiap hari, tiap detikpun aku tidak akan pernah bosan untuk bertutur selamanya". 

Tercengang dan kagum. Sang Kopi mendengar penuturan Sang Tinta malam itu. "Kalau begitu, engkau selalu saja ingin hidup di balik aksara yang begitu banyak. Dan mustahil akan kau uraikan semua betapa banyak cerita dan kisah menarik lahir terus menerus berirng kebohongan dunia yang selalu dituliskan dalam sejarah lalu diluruskannya kembali guna kebohongan dan kemunafikan itu tak terulang lagi". Obrolan panjang dan hangat semakin tersajikan. 

Sang tinta, " ya aku mengerti semua tak akan pernah bisa aku tuturkan tapi aku selalu percaya bahwa kerja tinta akan selalu menemukan penerusnya. Banyak sekali di era zaman modern ini yang tak ingin jadi penulis bahkan malas untuk menulis. Tapi entah kenapa aku selalu percaya akan selalu lahir penulis baru dengan buku-buku hebatnya." 

Baca juga: Alunan Nurani

Sembari berkaca-kaca sang tinta meneruskan penuturanya, "aku selau sedih wahai sahabatku kopi yang nikmat. Bukankah ketika orang-orang meninggalkan aksara dan bacaan itu seibarat investasi bodong mereka akan lupakan sejarahnya dan mudah dibohongi, mereka bahkan terancam kehilangan jati diri sebagai anak hebat ibu pertiwi di negrinya sendiri. Ini sangat menyedihkan". 

Raut wajah sang Tinta Malam itu bersedih. Ditemani sahabatnya sang Kopi mereka berdua larut dalam perenungan pekatnya malam. Mereka hanyut dan terus saja ngobrol entah apalagi cerita yang mereka urai dan tak habis-habisnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun