Tegas Tapi Mengayomi
Disiplin tetap menjadi bagian penting. Namun, Ustadz Hafis membangun disiplin bukan dengan ancaman, melainkan kesepakatan bersama. Aturan kelas dibuat agar semua merasa dihargai, bukan sekadar dipaksa.
Ketika ada siswa yang melanggar, ia lebih memilih memberikan teguran yang mendidik. Alih-alih hanya menghukum, ia mengajak siswa tersebut memahami dampak dari tindakannya. Dengan cara itu, anak-anak belajar bertanggung jawab, bukan sekadar takut pada hukuman.
Saling Menghargai
Hubungan emosional yang hangat juga tumbuh dari sikap saling menghargai. Ustadz Hafis tidak segan memberikan apresiasi, meskipun kecil. Bahkan, memuji satu kebaikan sederhana bisa menjadi motivasi besar bagi seorang siswa.
Hal ini terbukti ketika ada siswa yang awalnya kurang percaya diri. Dengan apresiasi dan dukungan, perlahan ia mulai membuka diri dan berkembang. Bagi Ustadz Hafis, keberhasilan itu adalah salah satu pencapaian terbesar dalam mendidik.
Disiplin sebagai Wujud Kasih Sayang
Banyak orang mengira bahwa disiplin adalah bentuk kekerasan atau paksaan. Namun, di kelas IX Zubair bin Awwam, disiplin justru lahir dari kasih sayang.
Anak-anak tahu bahwa aturan yang dibuat bukan untuk membatasi mereka, melainkan untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama. Bahkan, siswa sendiri ikut berperan dalam menjaga kedisiplinan kelas.
“Disiplin bukan sekadar aturan, tapi kesepakatan yang dibangun atas dasar saling menghargai,” kata Ustadz Hafis. Kalimat itu sederhana, tapi menjadi prinsip penting dalam kepemimpinan kelasnya.