Nama lengkapnya adalah Hafis Mustafa, Lc., S.Pd.I, seorang pendidik yang memiliki latar belakang keilmuan Islam sekaligus pengalaman mendidik yang luas. Dengan gelar Lc. yang ia raih dari pendidikan tinggi berbasis ilmu syariah, ditambah gelar S.Pd.I yang menegaskan fokusnya pada pendidikan Islam, sosoknya hadir dengan kombinasi antara kedalaman ilmu agama dan keterampilan pedagogis modern.
Di lingkungan Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara, beliau dikenal sebagai guru yang rendah hati, sabar, dan penuh dedikasi. Tidak sedikit guru maupun siswa yang menaruh hormat karena sikap tawadhu’ yang selalu ia tunjukkan.
Sebagai wali kelas IX Zubair bin Awwam, Ustadz Hafis membimbing 28 siswa dengan penuh perhatian. Ia mengenal satu per satu karakter siswanya—mana yang pendiam, mana yang penuh energi, mana yang membutuhkan perhatian lebih, hingga siapa yang memiliki potensi istimewa. Baginya, setiap siswa adalah amanah yang unik dan tidak bisa disamakan dengan yang lain.
Lebih dari itu, ia tidak hanya mengajar sebagai rutinitas. Ia menjalani perannya dengan kesadaran bahwa mendidik adalah ibadah. Inilah yang membuatnya konsisten, meskipun jam kerjanya panjang dan penuh dinamika.
Peran Wali Kelas: Antara Akademik dan Spiritualitas
Wali kelas di Al-Azhar Asy-Syarif memiliki tugas yang berbeda dengan sekolah umum. Mereka bukan sekadar penghubung antara sekolah dan orang tua, tetapi juga pengawal akhlak, mentor spiritual, dan pengarah emosi siswa.
Ustadz Hafis menegaskan bahwa kehadirannya sejak pagi hingga sore bukan hanya untuk memastikan proses belajar mengajar berjalan lancar, tetapi juga agar ia bisa menemani siswanya melewati berbagai dinamika kehidupan sekolah. Ada kalanya siswa datang dengan wajah lesu karena masalah di rumah. Ada pula yang semangat karena berhasil memenangkan lomba. Dalam setiap momen, ia berusaha hadir dengan pendampingan yang tulus.
“Setiap detik bersama mereka adalah kesempatan menanamkan nilai,” ujarnya. “Bahkan saat istirahat, saya sering memanfaatkan waktu untuk berbincang santai, mendengarkan cerita mereka, dan memberi nasihat kecil.”
Pendekatan inilah yang membuat siswanya merasa dekat, namun tetap menghormati. Mereka tahu bahwa di balik ketegasannya, ada kasih sayang yang tulus.