Tantangan dan Solusi
Meski telah menunjukkan banyak kemajuan, program ini tidak terlepas dari tantangan. Salah satunya adalah perbedaan budaya dan adaptasi antara para Mab'uts dengan lingkungan pesantren di Indonesia.
"Kita memang menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait adaptasi budaya. Para Mab'uts perlu waktu untuk memahami budaya Indonesia, begitu pula sebaliknya," jelas Ustadz Abdul Yahya.
Untuk mengatasi hal ini, AAIBS menyediakan program orientasi dan pendampingan bagi para Mab'uts. Mereka dibantu oleh tim khusus yang bertugas memfasilitasi komunikasi dan adaptasi.
"Kami juga rutin mengadakan pertemuan antara para Mab'uts dengan guru lokal untuk sharing pengalaman dan menyamakan persepsi. Ini sangat efektif dalam meminimalkan kesalahpahaman," tambahnya.
Tantangan lainnya adalah memastikan keberlanjutan program setelah para Mab'uts kembali ke Mesir. Untuk itu, AAIBS mengembangkan sistem mentoring di mana para guru lokal yang telah dilatih oleh para Mab'uts akan melanjutkan pembinaan kepada santri.
"Kami juga mendokumentasikan semua materi dan metode pengajaran para Mab'uts sehingga dapat dijadikan referensi bagi guru-guru kami ke depannya," jelasnya.
Harapan ke Depan
AAIBS memiliki harapan besar untuk pengembangan program ini ke depan. Selain meningkatkan jumlah Mab'uts, pihaknya juga berencana untuk memperluas cakupan kerja sama dengan Al-Azhar Cairo.
"Kami berharap ke depan tidak hanya Mab'uts di bidang bahasa dan syar'i, tetapi juga di bidang-bidang lain seperti sains dan teknologi dari perspektif Islam. Ini akan memperkaya wawasan para santri," ungkap Ustadz Abdul Yahya.
AAIBS juga berencana untuk menjadikan program ini sebagai model bagi pesantren-pesantren lain di Indonesia. Dengan demikian, dampak positifnya dapat lebih luas.