Mohon tunggu...
Imamuddin
Imamuddin Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Malang Jurusan Bahasa Arab

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Magrib Mengaji sebagai Dasar Kepribadian Masyarakat Dana Mbojo

22 September 2018   09:39 Diperbarui: 25 Oktober 2018   07:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dana Mbojo  merupakan daerah  yang sangat kental akan jiwa agamaisnya, masyarakatnya yang ramah tamah  dan terbuka, menjadikan dana mbojo sangat di kenal dan disegani oleh  daerah lain.

Hal yang sangat melekat dalam  kepribadian  masyarakat dana mbojo pada dasarnya terletak pada nilai-nilai sosial  yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang sering  diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.  Mengaji merupakan kegiatan  yang sudah mendarah daging dalam setiap  pribadi  masyarakat yang telah ditanamkan sejak dini, guna menjadikan  AL --  Quran sebagai kitab suci sekaligus pedoman dalam segala aspek kehidupan.

Upaya pembumian Al --Quran   menjadi harga mati masyarakat dana Mbojo untuk menunjukan jati diri  yang sebenarnya, dimana di setiap surau dan rumah -rumah penduduk  terdengar lantunan ayat-ayat suci Al -- Quran yang dilantunkan oleh  masyarakat dana Mbojo. Tua  muda berpadu dalam  satu ikatan iman yang menaklukan suasana magrib yang penuh dengan  kesunyian. Jiwa islami yang kini telah mendarah daging itu harus tetap  dipertahankan bahkan harus dikembangkan sehingga nantinya menjadi  pondasi untuk membangun dana mbojo kedepan yang lebih  maju, tentu saja berlandaskan IMAN dan TAQWA.[1]

 Kata kunci : Mengaji, Kepribadian, Keagamaan, Pedoman.

 Dana merupakan bahasa Mbojo ( Bima ) yang  berarti "tanah".

 Jadi dana mbojo berarti tanah mbojo/bima atau daerah bima.


Pentingnya peningkatan program magrib mengaji.

Mengaji merupakan faktor yang sangat penting bagi umat Islam,  khususnya bagi para pemimpin kota Bima. mengingat Kota Bima merupakan  daerah yang kental dengan nuansa agamanya, sangatlah naif apabila  terdapat pemimpin daerah yang tidak bisa mengaji karena  bukankah Al -- Quran merupakan dasar hukum dan kitab suci umat Islam  yang selalu menjadi pedoman dalam segala aspek kehidupan.

Apabila  pemimpin tidak bisa mengaji, patutkah menjadi contoh dan teladan bagi  masyarakat yang nota bene mayoritas beragama  Islam ini? Bukankah pada dasarnya pemimpin tidak hanya mengurus masalah  politik dan pemerintahan tetapi juga mengurus persoalan ketimpangan  moral yang merupakan efek dari persoalan sosial keagamaan.

Hal ini acap  kali menjadi masalah yang dihadapi di dalam  kehidupan bermasyarakat. Dalammenyelesaikan  persoalan di dalam masyarakat, khususnya persoalan mengenai keagamaan,  tentu kita  membutuhkan pemimpin yang paham tentang agama.  Sementara  dasar dari agama tersebut tentu saja harus bisa mengaji dan  merealisasikannya dalam kehidupan.[2]

Belajar mengaji bagi masyarakat  Bima pada masa-masa sebelumnya merupakan hal wajib. Oleh sebab itu,  tidak heran banyak orang  tua yang menilai seseorang dari kemampuannya  membaca Al -Quran. Alasannya, orang yang bisa membaca Al-quran dengan  baik, dengan sendirinya dapat melaksanakan  sholat dengan baik pula dengan demikian moralnya juga relatif baik.

Bagi muda mudi Bima, umumnya orang yang tidak bisa mengaji acap kali  disindir oleh rekan sebayanya sendiri. Sindirin-sindiran itu bukan  sebagai bentuk penghinaan, melainkan sebagai motivasi  agar setiap orang belajar membaca Al Quran dengan baik, kemudiaan mampu  mengamalkannya dalam kehidupan nyata,sehingga terhindar dari pengaruh  yang mengarah pada tindakan -- tindakan negatif.[3]

Arus  Globalisasi Penghambat Pelestarian Budaya Magrib Mengaji

Dahulu  antusiasme para orang tua untuk membawa anak-anak mereka belajar  Al-quran pada guru ngaji sangat tinggi, anak-anak benar-benar dididik  dengan ilmu agama, terutama mengaji.  Keinginan mereka untuk menuntut ilmu membuat mereka rela untuk  berkorban, baik itu harta benda maupun moril.

Bahkan mereka rela  berebutan untuk mengisi "oi padasa" tempat gurunya mengambil air wudhu. Mereka beranggapan bahwa dengan akhlaq  yang demikian, ilmu yang diajarkan oleh gurunya akan mudah diterima dan di ridhoi Allah SWT.

Kecintaan masyarakat Dana Mbojo terhadap Al-Quran dan keluhuran  martabat yang dimiliki menjadikan Dana Mbojo begitu dikenal  dan menjadi teladan bagi "dana makalai". Tak heran bila Dana Mbojo  sering dijadikan pusat kegiatan keagamaan. Hal lain yang membuat Dana  Mbojo cukup dikenal adalah antusiasme   masyarakatnya yang benar-benar menjunjung tinggi nilai -nilai agama.

Kini semangatpelestarian  program  magrib mengaji mulai terkikis bahkan mulai hilang ditelan arus  globalisasi yang telah mengobrak-abrik kepribadian dasar generasi muda Dana Mbojo.  Dewasa ini sebagian besar anak-anak dan generasi muda waktunya  dihabiskan di depan televisi, facebookan  tanpa mengenal waktu dan selalu  online di internet.

Mirisnya lagi  waktu antara Maghrib dan Isya yag selama ini dikampanyekan oleh  Pemerintah Daerah yang harus digunakan untuk mengaji malah digunakan  untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti yang telah  disebutkan di atas. Bagaimanamungkin dapat menciptakan generasi   qur'ani jika tradisi buruk itu masih dilakoni.[4]

Upaya peningkatan program magrib mengaji dalam segala lingkup kehidupan.

Tergerusnya tradisi magrib mengaji di kalangan masyarakat  dana mbojo oleh pengaruh globalisasi menjadikan tradisi mulia ini dianak  tirikan oleh kebanyakan generasi muda sekarang.

Kecendrungan untuk  menata sistematika  kehidupan yang islami di Dana Mbojo memang memerlukan upaya  yang  serius sehingga tidak sekedar  menjadi slogan, melainkan menjadi  sebuah cita-cita luhur yang harus di wujudkan. Dalam hal ini peran  masyarakat sangat penting dalam menyukseskan  niat mulia tersebut.

Pada dasarnya, upaya pelestarian kembali program magrib mengaji sangat bergantung pada peran "dou matua"  (orang tua) dalam mengontrol   segala aspek kehidupan anak. Sebagai contoh kebiasaan anak setelah  magrib adalah menonton televisi yang sebenarnya waktu antara magrib dan  isya digunakan untuk mengaji.

Untuk itu kemampuan dou matua dalam  mengontrol anaknya akan sangat berpengaruh terhadap  peningkatan maupun terhambatnya progam magrib mengaji di dana mbojo.

Pemerintah sebenarnya telah berupaya untuk menciptakan generasi yang cinta Al-quran. Salah satu cara yang telah dilakukan  oleh  para pemerintah daerah  untuk mengembalikan tradisi yang dahulu pernah  ada dengan memberikan penanaman nilai -- nilai keagamaan yang mengarah  pada peningkatan program magrib mengaji.

Penyelenggaraan  Musabaqah Tilawatil Qur'an ( MTQ ), menjadi tradisi tahunan yang  dilaksanakan demi terwujudnya  progam magrib mengaji yang merupakan  pondasi kepribadian masyarakat Dana Mbojo. Namun dewasa ini,  tradisi tersebut disalahartikan.

Justru dianggap  sebagai media untuk mendapatkan hadiah dan ketenaran, padahal tujuan  dasar dari penyelenggaraan MTQ adalah untuk menumbuhkembangkan kecintaan  terhadap membaca Al-Quran sehingga  tradisi magrib mengaji perlahan  dapat terealisasi dengan baik sesuai dengan  cita-cita luhur yang diharapkan.[5]

Kesimpulan.

Tradisi magrib mangaji yang begitu kental pada zaman dahulu menjadikan Dana  Mbojo daerah yang erat akan nilai-nilai religius, hal ini terlihat  dari antusiasme para masyarakat dalam membangun persatuan umat yang  berlandaskan IMAN dan TAQWA.

Kuatnya pondasi akhlaq yang  mulia menjadikan masyarakat Mbojo mantoi kaya akan nilai-nilai  luhur, sebab segala tingkah laku dan perkataannnya merupakan cerminan  dari Al-Quran yang  dijadikan kitab suci sekaligus pedoman hidup yang  hakiki.

Kecintaan membaca Al-Quran  secara nyata memberikan kontribusi bagi para generasi muda untuk terus  menanamkan rasa memiliki dan dimiliki  sebagai penopang kepribadian  dasar masyarakat dana mbojo.

Peranan pemerintah  dalam upaya mewujudkan program  magrib mengaji sangatlah penting sebab  pemerintah adalah penyelenggara utama daerah ini. Lebih dari itu,  peranan orang tua sangatlah penting dalam mengotrol segala aspek  kehidupan anak.  Dewasa ini, segala tingkah  laku anak-anak dan generasi penerus bangsa cendrung dipengaruhi oleh  arus globalisasi.

Oleh sebab itu kita harus bijak dalam menyikapinya  khususnya tren penggunaan alat komunikasi dan jejaring sosial, Jangan  sampai alat tekologi tersebut yang menyetir tingkah  laku kita padahal yang sebenarnya kitalah yang menyetir alat teknologi  tersebut yang dapat kita gunakan untuk memudahkan berbagai urusan kita.

Di harapkan juga kita bijak dalam melangkah, bila kita sudah melangkah  berarti kita sudah siap dengan  segala  resiko yang akan terjadi baik atau pun buruk, semua pilihan itu ada di  tangan anda.

1Penulis  adalah Seorang mahasiswa di Universitas Islam Negeri Malang, mengambil jurusan  bahasa arab. Penulis berusaha  menjelaskan bagaimana dasar kepribadian  masyarakat dana mbojo yang sesungguhnya,dimana dewasa ini program magrib  mengaji hanyalah sebagai slogan harian yang tidak  terealisasi dengan baik.
 

 [2]  Pendapat Abdul Haris M.Pd, dari Akademisi Sekolah Tinggi  Keguruan dan Ilmu Pengetahuan.
 

 [3]   Di kutip dari  pendapat Anwar Hasnun dalam bukunya yang berjudul Prinsip Hidup Orang   Bima,dalam tradisi bima,conton lain pentingnya belajar membaca al --  Quran yaitu bahwa seorang lelaki yang ingin melemar/menikah dengan  seorang wanita, harus bisa membaca al --  Quranul karim.
 

 [4]   Pendapat dari penulis,pernyataan yang disampaikan penulis berdasarkan  realita yang terjadi di masyarakat.Kecendrungan terhadap arus  globalisasi membuat generasi muda dana mbojo di  perbudak teknologi.Kekuatan iman yang dahulu begitu melekat pada setiap  individu,dewasa ini seakan musnah di telan jurang kemajuan.kata oi padasa(bahasa bima) berarti air tempayan, yang biasa di gunakan untuk mengambil air wudhu. Kata dana  makalai memiliki pengertian daerah yang lain, yaitu daerah selain daerah bima seperti Dompu,Sumbawa,dan pulau Lombok.
 

 [5]   Pendapat dari H.M. Qurais,wali kota bima.upaya yang kini sedang  dilancarkan  pemerintah kota bima demi peningkatan program magrib mengaji tidak akan  berhasil tanpa ada partisipasi dari lapisan msyarakat, untuk itu  diperlukan peran aktif orang tua dalam mewujudkan cita -- cita  tersebut,khususnya dou matua jangan dijadikan tradisi  tersebut  hanya sekedar selogan saja,tetapi lebih jauh untuk dijadikan  dasar dalam kepribadian masyarakat dana mbojo. Penyelenggaraan MTQ  adalah langkah nyata PEMKOT Bima dalam peningkatan program magrib  mengaji. Kata dou matua adalah  bahasa bima yang berarti orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun