Bagi muda mudi Bima, umumnya orang yang tidak bisa mengaji acap kali  disindir oleh rekan sebayanya sendiri. Sindirin-sindiran itu bukan  sebagai bentuk penghinaan, melainkan sebagai motivasi  agar setiap orang belajar membaca Al Quran dengan baik, kemudiaan mampu  mengamalkannya dalam kehidupan nyata,sehingga terhindar dari pengaruh  yang mengarah pada tindakan -- tindakan negatif.[3]
Arus  Globalisasi Penghambat Pelestarian Budaya Magrib Mengaji
Dahulu  antusiasme para orang tua untuk membawa anak-anak mereka belajar  Al-quran pada guru ngaji sangat tinggi, anak-anak benar-benar dididik  dengan ilmu agama, terutama mengaji.  Keinginan mereka untuk menuntut ilmu membuat mereka rela untuk  berkorban, baik itu harta benda maupun moril.
Bahkan mereka rela  berebutan untuk mengisi "oi padasa" tempat gurunya mengambil air wudhu. Mereka beranggapan bahwa dengan akhlaq  yang demikian, ilmu yang diajarkan oleh gurunya akan mudah diterima dan di ridhoi Allah SWT.
Kecintaan masyarakat Dana Mbojo terhadap Al-Quran dan keluhuran  martabat yang dimiliki menjadikan Dana Mbojo begitu dikenal  dan menjadi teladan bagi "dana makalai". Tak heran bila Dana Mbojo  sering dijadikan pusat kegiatan keagamaan. Hal lain yang membuat Dana  Mbojo cukup dikenal adalah antusiasme  masyarakatnya yang benar-benar menjunjung tinggi nilai -nilai agama.
Kini semangatpelestarian  program  magrib mengaji mulai terkikis bahkan mulai hilang ditelan arus  globalisasi yang telah mengobrak-abrik kepribadian dasar generasi muda Dana Mbojo.  Dewasa ini sebagian besar anak-anak dan generasi muda waktunya  dihabiskan di depan televisi, facebookan  tanpa mengenal waktu dan selalu  online di internet.
Mirisnya lagi  waktu antara Maghrib dan Isya yag selama ini dikampanyekan oleh  Pemerintah Daerah yang harus digunakan untuk mengaji malah digunakan  untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti yang telah  disebutkan di atas. Bagaimanamungkin dapat menciptakan generasi  qur'ani jika tradisi buruk itu masih dilakoni.[4]
Upaya peningkatan program magrib mengaji dalam segala lingkup kehidupan.
Tergerusnya tradisi magrib mengaji di kalangan masyarakat  dana mbojo oleh pengaruh globalisasi menjadikan tradisi mulia ini dianak  tirikan oleh kebanyakan generasi muda sekarang.
Kecendrungan untuk  menata sistematika  kehidupan yang islami di Dana Mbojo memang memerlukan upaya  yang  serius sehingga tidak sekedar  menjadi slogan, melainkan menjadi  sebuah cita-cita luhur yang harus di wujudkan. Dalam hal ini peran  masyarakat sangat penting dalam menyukseskan  niat mulia tersebut.
Pada dasarnya, upaya pelestarian kembali program magrib mengaji sangat bergantung pada peran "dou matua"  (orang tua) dalam mengontrol  segala aspek kehidupan anak. Sebagai contoh kebiasaan anak setelah  magrib adalah menonton televisi yang sebenarnya waktu antara magrib dan  isya digunakan untuk mengaji.