Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pura-Pura Buta

25 September 2021   06:26 Diperbarui: 25 September 2021   06:34 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Aksara Sulastri

...

Seorang anak kecil tengah duduk di pinggir trotoar. Menyibak keringat yang mengucur deras. Meletakkan sembarang karungnya. Ia lelah belum juga mendapatkan hasil yang banyak.

Beruntung sekali suasana terik seakan membakar semangatnya untuk mencari rezeki hari ini.

Tiba-tiba seorang pria paruh baya berjalan dengan tongkatnya. Ke arah anak kecil tersebut. Dan, menjatuhkan beberapa lembaran uang berwarna merah.

"Om, om! Sebentar... ," ujar Si anak.

Lalu segera memungut lembaran kertas berwarna merah yang bernilai. Pria asing berhenti sejenak.

Dengan sigap anak tersebut memberikan tumpuan uang itu dan memasukkan ke dalam tasnya. Jari kecilnya menutup resleting yang terbuka.

"Kenapa, Dik?"

"Uang Om jatuh ini."

"Di mana, Dik. Di sini, sini... ," sambil menunjuk-nunjuk lewat tongkat.

"Di sini, Om." Bimbing si anak menunjukkan letak di mana uang tersebut terjatuh.

Pria paruh baya yang mengenakan kacamata hitam jarinya meraba-raba di atas trotoar memastikan semuanya. Agar tidak ada lagi yang tercecer uangnya di jalan.

"Sudah dimasukkan semua, Dik."

"Sudah, Om."

"Tadi berapa yang jatuh?"

"Banyak, Om."

"Om, mau istirahat dulu." 

Si anak menuntunnya untuk duduk di gundukan semen. Bersandar di dinding rumah orang. Apa yang dilakukan anak itu menimbulkan rasa simpati. Anak sekecil itu bisa menjadi contoh.

"Dik, sebenarnya Om hanya pura-pura buta... "

Pria paruh baya mulai menurunkan kacamata hitam. Menunjukkan bahwa dirinya sekadar berpura-pura. Anak kecil yang baru berusia tujuh tahun bergeming.

Mendengarkan kembali pengakuan pria yang dipanggil si Om.

"Om, hanya ingin mengetes kejujuran kamu. Kenapa uang Om tadi gak kamu ambil saja?" Tanyanya.

Si anak menunduk lalu menjawab, "Jika uang tersebut bukan hak miliknya."

Ada sejuta tanya yang terbendung di pelupuk mata. Tidak semua anak berpikiran sama sepertinya. 

"Adik duduk di sini menunggu siapa?"

"Cuma istirahat saja Om."

Ia menilik karungnya lalu bertanya lagi, "Cari ini mulai dari jam berapa? kenapa nggak sekolah?"

"Setelah pulang sekolah, sekitar jam dua siang."

Mirisnya kedua orang tua juga bekerja yang sama. Mencari barang bekas ditempat lain. Katanya sekilo sebotol minuman cuma dihargai dua ribu rupiah. Bahkan jika memiliki uang lebih itu karena diberi oleh orang yang kasihan padanya.

Lantas pria itu memberikan dua lembar uang berwarna merah. Dengan riang si anak menerimanya. Meski awalnya menunjukkan raut muka bingung. Pria itu mengatakan semoga bisa membantu adik.


Pria yang menjadi seorang Youtuber belum lama ini. Sedang membuat rekaman jejak para pekerja di kalangan masyarakat rendah. Untuk menceritakan lika-liku kehidupannya.


Betapa susahnya hidup ini, betapa indah setiap hari jika kita berbagi. 

Mereka melanjutkan obrolannya di rumah gubuk kecil yang tak layak dihuni. Atapnya yang bergeser jika hujan akan mendatangkan banjir sendiri. Beralas tanah. Walaupun sepetak ditempati oleh empat orang, ibu bapaknya dan adiknya.

Kondisi seperti ini sudah banyak di perkampungan ini. Kampung mata pencaharian kurang mampu di tengah Kota Metropolitan.

Dalam keadaan yang seperti ini, anak tersebut masih bisa sekolah. Sungguh usaha yang luar biasa.

"Jam berapa ibu dan bapak akan pulang?"

"Belum tentu, Om. Kadang jam 4 sore kadang pula sampai malam."

Adiknya diantarkan pulang oleh tetangganya. Anak kecil yang berusia 7 tahun itu memberinya sebungkus roti dan menyuruhnya masuk. Lalu menyalakan televisi tabung berukuran 14 inci.

Tak lama orang tuanya pun kembali pulang, menyambut si pria paruh baya. Dengan senyum hangat sapa mereka. Keluarga kecil itu berbagi kebahagiaan.

***

PML, 25 Sep 2021

@AksaraSulastri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun