Banyak negara sudah membuktikan hal ini. Sebelum melihat jauh ke Finlandia, coba misalnya kita melihat ke negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, banyak yang sudah mampu menempatkan profesi guru setara dengan dokter dan insinyur.
Tidak heran jika sistem pendidikan di negara tersebut menjadi salah satu yang terbaik di Asia atau bahkan masuk level dunia.
Indonesia bisa belajar dari contoh-contoh ini. Guru bukan sekadar pekerja  melainkan pilar peradaban. Jika kita ingin melihat masa depan bangsa, lihatlah bagaimana guru diperlakukan hari ini.
Namun, perubahan cara pandang tidak cukup hanya dalam retorika. Harus ada langkah konkret dalam kebijakan.
Pertama, negara harus memastikan kesejahteraan guru terpenuhi. Gaji layak adalah syarat minimal, bukan bonus.
Kedua, status guru honorer harus segera diselesaikan dengan kebijakan yang adil, bukan sekadar tambal sulam.
Ketiga, pemerintah perlu memperkuat program peningkatan kompetensi guru. bukan hanya melalui pelatihan formal tetapi juga pendampingan berkelanjutan. Guru yang terus belajar akan menghasilkan murid yang siap menghadapi tantangan zaman.
Keempat, jaminan sosial untuk guru harus diperluas. Tidak boleh ada guru yang sakit tanpa perlindungan kesehatan atau pensiun tanpa jaminan hidup.
Kelima, negara harus menciptakan ruang dialog yang sehat dengan guru. Organisasi atau serikat guru harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan pendidikan. Kebijakan tanpa mendengar suara guru hanya akan berakhir di atas kertas.
Di sisi lain, masyarakat juga harus ikut mengubah cara pandangnya. Guru bukan pelayan, melainkan mitra dalam mendidik anak-anak kita. Orangtua yang menghormati guru akan menularkan nilai penghargaan itu kepada anak-anaknya.
Media massa juga memiliki peran penting. Alih-alih hanya memberitakan kasus negatif tentang guru. secara berimbang seharusnya media lebih banyak mengangkat kisah inspiratif mereka. Dengan begitu, citra guru akan terangkat dan publik semakin menyadari betapa penting peran mereka.