Pemerintah lebih fokus pada bidang lain ketimbang investasi pada manusia yang menghidupkan pendidikan. Padahal, tanpa guru yang berkualitas maka semua program pendidikan hanyalah proyek administratif yang tidak menyentuh inti persoalan.
Mengubah cara pandang pejabat pemerintah terhadap guru adalah langkah fundamental untuk memastikan pembangunan tidak kehilangan ruh.
Data BPS tahun 2024 menyebutkan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 54% terhadap PDB Indonesia. Tentu salah satu penopang konsumsi itu adalah gaji dan belanja guru. Jika kesejahteraan guru membaik maka daya beli mereka meningkat. yang pada akhirnya juga menggerakkan roda ekonomi nasional.Â
Jadi, memberikan gaji yang layak kepada guru bukanlah pemborosan anggaran negara melainkan stimulus ekonomi.
Guru seharusnya dipandang sebagai aset strategis bangsa. Mereka adalah "mesin sosial" yang merancang arah peradaban melalui ilmu pengetahuan dan keteladanan.
Peran vital guru dalam menjaga stabilitas masyarakat. bukan hanya pengajar tetapi juga pembimbing moral, konselor, bahkan pengganti orangtua di sekolah. Ketika seorang murid mengalami masalah maka seringkali guru adalah orang pertama yang menyadarinya sebelum keluarga sendiri.
Guru juga adalah benteng terakhir dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan. Di tengah derasnya arus krisis moralitas yang kini masif terjadi di media sosial, gurulah yang memastikan anak-anak tetap memiliki jati diri.
Peran ini sejatinya tidak ternilai dengan angka. Namun, sayangnya, negara seringkali mengabaikan kontribusi sosial guru yang tak kasatmata ini.
Mengenai isu guru berkaitan langsung dengan kontrak sosial antara negara dan rakyat. Guru adalah agen negara yang paling dekat dengan rakyat kecil.
Jika guru hidup dalam ketidakpastian maka rakyat pun akan kehilangan kepercayaan terhadap negara. Sebaliknya, jika guru dihargai secara layak maka legitimasi negara akan semakin kuat.