Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Permainan Tradisional "Comeback" di Kenduri Riau 2025

10 Agustus 2025   13:43 Diperbarui: 10 Agustus 2025   21:18 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenduri Riau 2025 jadi ajang comeback permainan jadul ini berlansung 7-10 Agustus 2025 di Pekanbaru. (Foto: AKBAR PITOPANG)

Permainan Tradisional Comeback!

Di tengah derasnya arus digitalisasi, ada sesuatu yang mulai tenggelam pelan-pelan yakni permainan tradisional. Permainan yang dulu menjadi bagian dari keseharian anak-anak di Indonesia, kini terasa asing di telinga generasi layar sentuh alias generasi alpha. Padahal, di balik kesederhanaannya permainan tradisional menyimpan nilai budaya, sportivitas, dan kebersamaan yang tak ternilai.

Beruntung, ada momen-momen istimewa yang kembali menghidupkan kenangan itu. Salah satunya terjadi di Pekanbaru. tepatnya dalam gelaran Kenduri Riau yang menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) pada 7--10 Agustus 2025. Acara ini bukan hanya tentang seni, budaya atau kuliner, tapi juga tentang menghidupkan kembali permainan tradisional di tengah masyarakat.

Sejak dibuka, arena permainan tradisional dipenuhi pengunjung. Menariknya, bukan hanya anak-anak yang terlihat antusias tetapi justru orang dewasa yang tampak tak sabar menunggu giliran. 

Ada yang mencoba enggrang dengan kaki gemetar, ada yang tertawa-tawa saat gagal menjaga keseimbangan di permainan bakiak, dan ada pula yang duduk serius bermain congklak seperti sedang bertanding di kejuaraan.

Fenomena ini membuktikan satu hal yaitu permainan tradisional tetap masih punya magnet yang kuat. Sekalipun kita telah dimanjakan teknologi namun rasa penasaran dan keinginan untuk kembali ke akar budaya tetap ada. Mungkin karena permainan ini membawa nostalgia atau mungkin karena rasa kebersamaannya yang jarang ditemukan di game online masa kini.

Coba perhatikan anak-anak yang ikut bermain. Saat memegang tali untuk permainan yeye, wajah mereka berbinar. Tawa pecah di udara dan tubuh mereka bergerak aktif. Pemandangan seperti ini kini menjadi langka di lingkungan perkotaan. dimana anak lebih sering duduk membungkuk menatap layar smartphone.


Seakan menjadi "mesin waktu" yang membawa kita kembali ke masa dimana sore hari dihabiskan dengan berlarian di lapangan tanah, bukan di depan layar. Dan anehnya, tanpa perlu koneksi internet, semua orang bisa terhubung ---dengan tawa, sorak-sorai, dan interaksi langsung.

Bagi saya pribadi, pengalaman ini menyentuh. Saat melihat pengunjung berebut ingin mencoba permainan. Terlintas ide sederhana namun berharga. Bagaimana jika kita membuat permainan tradisional sendiri di rumah atau di lingkungan sekolah. Tidak perlu mahal, hanya butuh kreativitas dan kemauan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun