Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Milenial Punya Mimpi, Beli Rumah Baru atau Secondary?

11 Juni 2025   10:33 Diperbarui: 12 Juni 2025   07:04 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah realita ekonomi yang makin pelik, tak sedikit orang yang mulai menganggap mimpi punya rumah sendiri hanyalah fatamorgana. Harga tanah dan properti yang terus menanjak bak roller coaster tanpa rem, ditambah tekanan biaya hidup yang kian menggigit, membuat impian itu seolah menjauh dari genggaman. Setiap tahun, inflasi tak hanya menggerus tabungan tapi juga membuat harga rumah menjulang tinggi bagai langit ketujuh. Pertanyaannya, apakah kita harus menyerah dan menaruh mimpi itu dalam kotak kenangan?

Rumah bukan sekadar tempat berteduh tapi simbol kemandirian dan stabilitas hidup. Ia tempat pulang saat dunia terasa terlalu gaduh. Memiliki rumah ibarat menanam pohon kehidupan. Memang tak bisa tumbuh instan tapi kelak akarnya akan menjadi fondasi kuat untuk masa depan. 

Namun, di zaman serba dinamis ini mungkin waktunya kita merevisi bukan mimpinya, tapi cara mencapainya. Bukan mustahil punya rumah asal kita tahu strategi dan berani keluar dari pola lama.

Gaya hidup minimalis kini bukan cuma tren tapi juga solusi logis bagi generasi yang ingin punya rumah tanpa harus terbebani utang jangka panjang. Bahkan, investasi di rumah second dengan renovasi bertahap atau full bisa menjadi opsi cerdas. Kuncinya adalah fleksibilitas pikiran dan kesiapan untuk beradaptasi.

Selain itu, perkembangan financial technology alias fintech juga membuka peluang baru untuk mewujudkan impian ini. Ada juga model tabungan khusus perumahan yang semua itu bisa menjadi jembatan menuju rumah impian. 

Edukasi finansial adalah senjata utama karena tak sedikit yang gagal bukan karena tak mampu. tapi karena kurang paham cara bermain dalam ekosistem keuangan zaman kini.

Jadi, mimpi punya rumah memang berat tapi bukan berarti mustahil. Ia butuh waktu, komitmen, dan cara pandang baru. 

Dunia boleh berubah, harga boleh melambung, tapi mimpi yang diperjuangkan dengan cerdas akan menemukan jalannya. 

Karena sejatinya, bukan seberapa cepat kita punya rumah tapi seberapa kuat kita menjaga harapan agar tetap hidup ---meski jalannya tak selalu mulus.

Masihkah punya rumah jadi mimpi yang layak dikejar? Punya rumah itu antara realita, strategi, dan pilihan cerdas. (DOK. KEMENTERIAN PUPR via Kompas)
Masihkah punya rumah jadi mimpi yang layak dikejar? Punya rumah itu antara realita, strategi, dan pilihan cerdas. (DOK. KEMENTERIAN PUPR via Kompas)

Sudah Siap untuk Punya Rumah?

Di tengah narasi bahwa hanya mereka yang punya penghasilan besar atau akses ke privilege tertentu yang bisa punya rumah. banyak orang mulai pasrah dengan status sebagai kontraktor tetap alias ngontrak seumur hidup. 

Tapi benarkah punya rumah cuma bisa diraih oleh yang tajir melintir? Jawabannya: bisa iya, bisa juga tidak. 

Faktanya, punya rumah masih sangat mungkin asal disertai dengan strategi finansial yang realistis dan niat kuat untuk menata prioritas. Karena kunci memiliki rumah bukan sekadar soal besar gaji tapi juga seberapa cerdas kita mengelola dan memanfaatkan peluang.

Zaman sekarang, pilihan untuk mewujudkan rumah impian juga makin fleksibel. Nggak harus langsung rumah baru di kompleks elite. karena opsi rumah secondary alias rumah bekas pun mulai jadi idola. 

Harga yang lebih miring dan lokasi yang biasanya lebih strategis jadi nilai plus tersendiri. Di sisi lain, rumah baru menawarkan nuansa segar, desain kekinian, dan fasilitas yang masih mulus. Ini bukan soal mana yang lebih baik tapi mana yang paling cocok dengan kebutuhan, kondisi keuangan, dan gaya hidup kita.

Membeli rumah bekas memang bisa jadi langkah pintar apalagi kalau jeli melihat potensi. Tapi perlu diingat, ada biaya tambahan seperti perbaikan, legalitas, dan kemungkinan desain yang perlu disesuaikan. 

Sementara rumah baru biasanya menawarkan kemudahan cicilan lewat developer dan lingkungan yang seragam. namun harganya bisa lebih tinggi dan lokasinya kadang agak menjauh dari pusat kota. 

Intinya, setiap pilihan punya plus-minus. tugas kita adalah menimbang dengan kepala dingin dan rencana matang.

Untuk bisa melangkah, dibutuhkan financial literacy yang mumpuni. Mulailah dengan mencatat pemasukan dan pengeluaran, buat tabungan khusus DP rumah, dan pertimbangkan skema KPR syariah dengan margin ringan. 

Di era digital, banyak tools finansial dan konten edukatif yang bisa jadi mentor gratis untuk merancang strategi punya rumah.

Jadi, meskipun jalan menuju rumah idaman tidak selalu mulus dan instan, bukan berarti kita harus menghapusnya dari daftar mimpi. Dengan mindset yang adaptif, preferensi yang terbuka, dan manajemen keuangan yang disiplin. siapa pun bisa menjadi pemilik rumah. 

Hmm.. rumah bukan sekadar bangunan fisik. tapi tempat kita menambatkan harapan dan merajut masa depan.

Rumah secondary ini bisa jadi alternatif cerdas di tengah realita zaman. (via ayojualrumah.com)
Rumah secondary ini bisa jadi alternatif cerdas di tengah realita zaman. (via ayojualrumah.com)

Beli Rumah Secondary, Worth It?

Di tengah harga rumah yang terus melambung dan biaya hidup yang makin ketat, membeli rumah secondary alias rumah bekas bisa jadi opsi yang sangat masuk akal bahkan cerdas. 

Tidak semua orang punya waktu atau tenaga ekstra untuk membangun atau merenovasi rumah dari nol. Terutama bagi para perantau yang ingin segera menetap. rumah secondary bisa menjadi solusi instan untuk punya hunian tanpa harus melalui proses panjang dan melelahkan.

Faktanya, membeli rumah baru dari developer pun tidak selalu bebas repot. Banyak kasus dimana rumah baru justru masih perlu direnovasi, ditambah dapur, dibuatkan pagar, atau bahkan atap teras. 

Dengan harga material yang terus naik dan ongkos tukang yang makin tinggi. maka pengeluaran bisa membengkak tanpa terduga. 

Di sisi lain, rumah secondary yang sudah mengalami total makeover (rombak total) kadang justru lebih siap huni dan lebih hemat dalam jangka pendek maupun panjang.

Namun tentu, membeli rumah secondary tetap butuh kecermatan. Legalitas seperti status Sertifikat Hak Milik (SHM) wajib dicek secara detail. jangan sampai rumah impian malah jadi masalah hukum. 

Tak kalah penting, perhatikan juga kondisi lingkungan apakah aman dari banjir, apakah dekat dengan fasilitas umum seperti rumah sakit, masjid, pasar, sekolah, atau perkantoran. Semua ini akan menentukan kualitas hidup kita setelah menempati rumah tersebut.

Membeli rumah bukan hanya soal "bisa bayar" atau "lokasi strategis". tapi juga tentang kenyamanan, keamanan, dan keberlangsungan. 

Kadang, rumah secondary justru berada di lokasi matang yang sudah terhubung dengan banyak akses penting. sementara rumah baru cenderung dibangun di kawasan yang masih berkembang. Dengan sedikit riset dan pengecekan, rumah bekas bisa menjadi investasi berharga yang siap pakai dan minim drama.

Jadi, buat kamu yang masih galau antara rumah baru atau rumah bekas, cobalah buka pikiran dan pertimbangkan sisi praktis dari rumah secondary. 

Di zaman yang menuntut kita untuk lebih adaptif dan realistis maka langkah cerdas tak selalu dimulai dari yang mewah. 

Kadang justru dari pilihan yang sederhana namun strategis. Sehingga mimpi punya rumah bisa jadi kenyataan. 

Silakan dicoba. Karena siapa tahu, rumah impianmu sudah ada, hanya tinggal menunggu kamu untuk mengetuk pintunya..

Semoga ini bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== AKBAR PITOPANG ==

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun