Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah 2013 Jelajah Negeri Sendiri 2014 | Best Teacher 2022 Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi ANBK | Penggerak KomBel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

5 Cara Meningkatkan Literasi dan Minat Baca di "Sekolah Tanpa Perpustakaan"

3 Februari 2023   00:43 Diperbarui: 3 Februari 2023   04:00 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pelajar SD yang telah memiliki kemampuan membaca/literasi (Foto Akbar Pitopang)

Setiap sekolah atau satuan pendidikan biasanya tentu memiliki fasilitas penting sebagai sarana meningkatkan literasi dan minat baca bagi peserta didik yakni perpustakaan.

Perpustakaan sekolah berperan sangat penting dalam upaya meningkatkan literasi dan minat baca siswa di negeri ini yang masih rendah dan mengkhawatirkan.

Upaya peningkatan kemampuan literasi dan minat baca ini merupakan pengejawantahan dari langkah menekan angka buta aksara atau buta huruf di Indonesia.

Mengutip Bps.go.id, apa yang dimaksud dengan buta aksara/buta huruf adalah tidak bisa membaca dan menulis kalimat sederhana dengan suatu aksara. Bagi orang yang berkebutuhan khusus yang pernah dapat membaca huruf Braille dan mampu menulis digolongkan tidak buta huruf. 

Berdasarkan data yang dilansir dari laman Kemendikbud.go.id, bila mengacu pada hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, angka buta aksara di Indonesia tinggal 1.56 persen atau 2,7 juta orang. Jumlah tersebut menurun dibanding data buta aksara pada 2020 dengan angka 1,71 persen atau sekitar 2.9 juta orang. [sumber]

Indonesia harus terus mencatatkan keberhasilan dalam penuntasan buta aksara di seluruh pelosok negeri. Namun, kondisi perpustakaan sekolah di negeri ini masih banyak yang kondisinya memprihatinkan atau bahkan di daerah pelosok keberadaannya malah tidak ada sama sekali.

Perpustakaan sejatinya tidak bisa dianggap sepele atau ditiadakan dari satuan pendidikan. Perpustakaan sebagai ruang untuk pengelolaan buku dan bahan bacaan menjadi penting untuk proses peningkatan kemampuan literasi dan numerasi (litnum) bagi seluruh peserta didik dan warga sekolah.

Bila perpustakaan menyediakan banyak bahan bacaan yang memadai tentu siswa akan terdorong untuk membaca dan meminjam buku.

Akan tetapi, bila perpustakaan saja sekolah tidak memilikinya, bagaimana sekolah mampu mengembangkan hasrat membaca buku bagi peserta didiknya.

Faktanya, saya telah mengetahui bahwa adanya sekolah yang saat ini sedang tidak memiliki fasilitas perpustakaan.

Loh, kok bisa? Apa pasal?

Pada awalnya sekolah sempat memiliki ruang perpustakaan walaupun kapasitasnya terbatas dan bahan bacaannya juga kurang lengkap.

Kala itu, ruangan perpustakaan berada di ruangan kelas yang dipisahkan dengan sekat pembatas. Bagi yang sempat melihat penampakan perpustakaan itu bisa saja menganggap bahwa itu bukanlah perpustakaan lantaran ukuran dan kapasitas ruangan yang seharusnya segera dipindahkan atau diperluas.

Meskipun begitu, tetap saja banyak siswa yang mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku ketika keberadaan perpustakaan yang digambarkan diatas tadi masih ada.

Perpustakaan adalah termasuk komponen penting dan memegang peranan besar untuk menggenjot nilai akreditasi bagi sekolah.

Hingga akhirnya sekolah mengikuti penilaian untuk akreditasi sekolah. Ketika hasil penilaian dikeluarkan ternyata sekolah memperoleh status nilai yang dinyatakan telah terakreditasi A.

Dari penilaian akreditasi yang telah dilakukan tersebut akhirnya sekolah memperoleh bantuan renovasi bangunan atau ruang kelas yang merupakan lokasi perpustakaan sekolah tadi berada.

Akhirnya perpustakaan tadi tergusur untuk sementara waktu selama proses renovasi terhadap bangunan ruang kelas tersebut dilakukan.

Selanjutnya, hanya menunggu beberapa minggu akhirnya kegiatan renovasi ruang kelas pun selesai dilakukan.

Ruang kelas yang telah direnovasi menjadi lebih representatif dan terasa lebih luas secara kapasitas dan volume ruangan.

Seluruh ruang kelas dimanfaatkan untuk kegiatan proses belajar mengajar. Ruangan tersebut akhirnya benar-benar difungsikan sebagai ruangan kelas seutuhnya.

Lalu, bagaimana nasib perpustakaan yang telah tergusur?

Setelah dipertimbangkan lagi melalui hasil rapat diputuskan bahwa ruangan perpustakaan tidak perlu lagi menumpang di ruangan kelas atau kembali ke posisi semula.

Dengan harapan bahwa sekolah akan mengajukan atau menunggu datangnya bantuan pengadaan ruangan baru untuk perpustakaan.

Memangnya ada sekolah yang tidak memiliki perpustakaan?

Kenyataannya memang ada sekolah yang tidak memiliki fasilitas perpustakaan. Kondisi ini agak miris karena sekolah tanpa perpustakaan ini lokasinya masih di kota bahkan di wilayah ibukota provinsi.

Bila sekolah tidak memiliki perpustakaan tentu akan mengganggu upaya peningkatan kemampuan literasi bagi peserta didiknya. 

Maka dengan kata lain bahwa hasilnya akan diterima mungkin tidak akan dapat maksimal.

Padahal pemerintah menginginkan terwujudnya generasi yang melek literasi dan numerasi (litnum), oleh karena itulah Kurikulum Merdeka dihadirkan yang memang menitik beratkan kepada peningkatan kemampuan literasi.

Apakah tidak ada bantuan pengadaan perpustakaan bagi sekolah?

Sejauh ini, kalau saya tidak salah memang ada utusan dari Dinas Perpustakaan yang datang ke sekolah guna meninjau kondisi yang ada di sekolah.

Dari segi ruang, sekolah memang sudah tidak lagi memiliki ruangan yang dikhususkan untuk perpustakaan secara full service.

Pada saat itu pihak terkait belum bisa memastikan keberadaan buku-buku bacaan ataupun buku yang dijadikan referensi pembelajaran. 

Alhasil, sekolah gagal atau belum bisa diajukan untuk memperoleh bantuan pengadaan perpustakaan. 

Sayang sekali. cukup "ngenes" saat mengetahui kabar seperti itu.

Bagaimana upaya sekolah menumbuhkan minat baca dan kemampuan literasi siswa?

Tentu itu adalah pertanyaan penting yang mungkin sudah dipersiapkan dan akan ditanyakan kepada pihak sekolah karena itulah muara dari segala kegalauan. 

Apapun kendala yang dihadapi sekolah dalam pengadaan fasilitas perpustakaan di sekolah, pihak stakeholder mungkin hanya bisa mendoakan agar kendalanya dapat teratasi dengan baik dan segera mendapatkan bantuan perpustakaan yang dicita-citakan.

Life must go on! tanpa adanya perpustakaan tak akan menyurutkan semangat dan upaya sekolah untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa.

Tentu sekolah tetap memaksimalkan apa yang bisa diandalkan. yang penting upaya mendekatkan siswa dengan bahan bacaan tetap dilakukan walau dengan berbagai cara yang relevan.

Cara sekolah menumbuhkan minat baca siswa dalam kondisi yang penuh keterbatasan itu adalah sebagai berikut.

1. Menghadirkan pojok baca di setiap kelas

Di setiap kelas yang tersedia bisa disulap menjadi perpustakaan mini bertajuk pojok baca.

Pada pojok baca tersebut dapat diletakkan buku-buku berbagai genre yang dapat dijadikan sumber bacaan oleh peserta didik.

Dalam menyemarakkan suasana kelas yang tetap memiliki nuansa literasi yang bisa dirasakan oleh setiap peserta didik dan seluruh warga sekolah.

Buku-buku yang ada di pojok baca bisa dibaca oleh siswa dalam waktu kapanpun terutama disaat jam istirahat, pagi hari sebelum guru masuk ke kelas, maupun saat jam pelajaran telah usai.

2. Program literasi setiap hari Selasa

Sekolah tetap berkomitmen untuk membangun kemampuan literasi peserta didik melalui program literasi yang diadakan setiap hari selasa pagi yang dilaksanakan di halaman sekolah.

Beberapa orang siswa dari perwakilan setiap kelas (Kelas 3 sampai Kelas 6) akan ditunjuk untuk unjuk kemampuan berliterasi di hadapan teman-temannya.

Yang ditampilkan siswa pada kegiatan literasi ini dapat berupa pembacaan puisi, pantun, cerpen, dan seterusnya.

Ketika perwakilan kelas sedang tampil maka temannya yang lain diminta untuk menyimak lalu selanjutnya guru akan menanyakan isi kandungan, pesan, atau pertanyaan-pertanyaan seputar topik yang ditampilkan.

Dengan cara seperti itu maka siswa sama-sama belajar untuk memahami sebuah informasi yang disampaikan oleh temannya. pun diajarkan bagaimana cara menghargai teman ketika tampil di hadapan forum seperti kegiatan literasi di halaman sekolah tersebut.

3. Memaksimalkan fungsi mading (majalah dinding)

Keberadaan mading juga berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi dan minat baca siswa.

Karena di mading akan ditampilkan beragam informasi bacaan yang menarik perhatiannya sehingga tentu dapat berguna bagi siswa dalam menumbuhkan minat baca.

Mading dipajang di lorong sekolah yang selalu ramai dilewati oleh siswa dan warga sekolah. maka sudah pasti keberadaan mading dapat mengundang perhatian.

Sehingga mau tak mau pasti akan menciptakan rasa penasaran untuk seterusnya apa yang ditampilkan akan dibaca atau disimak oleh siswa secara bersama-sama dengan temannya.

4. Memanfaatkan peran perpustakaan keliling

Dinas Perpustakaan biasanya memiliki fasilitas kendaraan perpustakaan keliling yang memiliki program kerja mengunjungi sekolah-sekolah.

Beberapa kali saya perhatikan bahwa perpustakaan keliling ini  telah singgah di sekolah dan menggelar sesi baca buku bagi siswa dan warga sekolah.

Guru juga ikut menemani siswa membaca buku-buku yang dibawa oleh perpustakaan keliling. Dengan kontrol dan pengawasan guru selama mengikuti kegiatan baca buku yang digelar oleh perpustakaan keliling.

Mmaka kegiatan tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan yang berguna sekali dalam peningkatan kesadaran siswa terhadap literasi.

5. Meningkatkan kemampuan literasi dalam proses pembelajaran

Cara yang masih relevan dilakukan hingga saat ini dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi siswa adalah dengan bergiliran membaca informasi atau materi pelajaran yang ada di buku pelajaran atau modul ajar, buku cetak, maupun materi dari lembar kerja siswa (LKS).

Pola yang dilakukan bisa dengan cara masing-masing siswa diminta untuk membaca dan menyimak informasi sambil menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Apalagi dengan dihadirkannya Kurikulum Merdeka yang fokus pada pengembangan kompetensi di bidang literasi dan numerasi.

Maka sudah jelas bahawa sekolah akan terus berupaya mewujudkan proses pembelajaran yang mengarah pada ketercapaian kemampuan literasi siswa sebagaimana yang dicita-citakan.

Keberadaan sekolah yang tanpa adanya fasilitas perpustakaan mungkin tidak hanya ada satu atau dua saja, melainkan banyak sekali ditemukan di berbagai satuan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

Kendalanya memang karena faktor terbatas atau minimnya dana anggaran sehingga proses pengadaan perpustakaan di sekolah-sekolah menjadi terhambat.

Meski demikian, satuan pendidikan dimanapun berada pasti akan terus berupaya meningkatkan kemampuan literasi (membaca dan menulis) agar generasi bangsa ini semakin terbebas dari ancaman buta aksara atau buta huruf.

Semoga permasalahan ini dapat diselesaikan secepatnya dengan baik demi terwujudnya peserta didik dengan kemampuan literasi yang memadai dan memiliki minat baca yang menginspirasi kita semua.

Dunia ini adalah perpustakaan ilmu. Kemampuan membaca (literasi) adalah kunci untuk membukanya.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun