Andrek Prana, Ketua Presidium Pokja, berdiri.
Apresiasi ia berikan, namun kegelisahan ia buka:
Pembangunan! Arahnya, harus lestari.
Kota Batu, dengan keindahan yang diberkahi,
sangat rawan tergerus oleh laju instan.
Di sinilah Pokja menjadi "penjaga watak kritis,"
sebuah alarm yang tak boleh disenyapkan.
Pembangunan itu,
bukan hanya menambah wajahnya cantik dan spot selfie baru,
tapi tentang mengelola ruang dan sumber daya
agar nafas sejuknya tak terputus bagi cucu kita.
Tantangan berkelanjutan:
Bagaimana pertanian tak terhimpit beton?
Bagaimana iklim sejuk tak tergantikan hawa kota besar?
Ini bukan hanya soal visi di atas kertas,
namun tentang integritas dalam setiap kebijakan.
III. Refleksi sebagai Peta, Harapan sebagai Kompas
Sarasehan ini adalah sebuah ritual hening:
Melihat Sejarah sebagai Peta:
Agar kesalahan lama tak terulang,
agar semangat awal tidak termakan birokrasi.
Menetapkan Harapan sebagai Kompas:
Menuju utara yang jelas, berpihak pada rakyat,
visioner, progresif, dan inklusif.
Prof. Dr. Hariyono berujar,
pendidikan dan pengetahuan harus menjadi pengawal.
Sebab pengetahuan tanpa tindakan nyata, hanyalah teori hampa.
Pengetahuan harus menuntun:
dari tata ruang yang bijaksana,
hingga pemberdayaan yang mengangkat martabat.
Epilog: Kota Adalah Jiwa Kolektif Kita
Pada akhirnya,