"Bu, Agus baru selesai menghias reviewnya 12 buah," Agus berteriak.
"Iya Gus enggak apa-apa, masih banyak waktu," bu Gina menjawab.
"Bu, boleh enggak kalau pekerjaannya dibawa ke rumah?" Agus bertanya.
"Kerjakan di sini saja Gus, biar samaan dengan teman-teman," ucap bu Gina.
"Biar cepat selesai Bu, kan kalau di rumah ada yang membantu," ujar Agus.
"Kalau di rumah nanti mengganggu pekerjaan ibumu," kata bu Gina.
Agus nampak menganggukkan kepalanya dan kembali mengerjakan pembuatan review bukunya. Agus berpikir begitu mungkin karena melihat Euis dan Mia yang sudah banyak menghias hasil reviewnya. Agus agak telat mengerjakannya bukan karena malas tetapi karena Agus memiliki keterbatasan. Kata orang tuanya, dulu sewaktu masih kecil Agus terserang penyakit panas dan step sehingga ada organ tubuhnya yang terganggu.
Tapi Agus tak pernah mengeluh apalagi minder. Dia berteman dengan siapa saja dan bu Gina kaget saat Agus ikut mendaftar sebagai peserta WJLRC. Dalam hati bu Gina berpikir sanggup enggak ya Agus mengikuti program ini mengingat dari beratus temannya pun mereka berguguran saat seleksi peserta. Tapi pikiran itu bu Gina buang jauh-jauh mengingat semua siswa berhak mengikutinya.
Sampai bulan keenam, walau Agus memiliki keterbatasan, tetapi Agus belum pernah absen dalam mengirimkan hasil reviewnya. Setiap bulan Agus selalu konsisten mengumpulkan hasil reviewnya tanpa harus ditanya-tanya atau dikejar-kejar.
Bu Gina bangga membimbing Agus karena di balik segala keterbatasannya Agus tetap gigih mengikuti tantangan ini. Dia bahkan unggul dibandingkan dengan teman-teman lainnya yang normal, tetapi masih agak malas-malasan ataupun harus selalu diingatkan.
"Gus, nanti pulang sama siapa?" kata Hani.